Gerindra, PAN, dan PKS, Menolak Perpu Ormas Jadi Undang-Undang
Reporter
Danang Firmanto
Editor
Rina Widiastuti
Selasa, 24 Oktober 2017 06:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat cenderung menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi undang-undang. Tujuh dari sepuluh fraksi menyatakan setuju dalam rapat kerja pembahasan Perpu Ormas itu, Senin, 23 Oktober 2017.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Golkar, NasDem, dan Hanura menyatakan setuju tanpa catatan. Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrat menyatakan setuju tapi dengan catatan. Sedangkan Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera dengan tegas menolak.
Baca: Tiga Fraksi Menolak, Perpu Ormas Dibawa ke Sidang Paripurna DPR
Ketua Komisi Pemerintahan DPR, Zainudin Amali, mengatakan Dewan bakal membawa pembahasan tentang Perpu Ormas ke rapat paripurna hari ini, Selasa, 24 Oktober 2017. Setelah itu, rapat akan memutuskan apakah menerima atau menolak perpu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada 10 Juli lalu itu untuk disahkan menjadi undang-undang. “Kami tidak bisa menunggu semua orang harus setuju atau menolak,” kata dia di DPR, Senin, 23 Oktober 2017.
Meski begitu, Amali berharap, sebelum diputus, musyawarah mufakat dapat dibangun sehingga pengambilan keputusan dilakukan tanpa voting. “Tapi kalau tidak, maka terpaksa kami melakukan pemungutan suara,” kata dia. “Pengambilan suara akan dilakukan per anggota.”
Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto, mengatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 telah mengatur secara baik tentang organisasi kemasyarakatan. Karena itu, dia melanjutkan, pemerintah tidak perlu mengeluarkan perpu dengan dalih adanya kekosongan hukum. Ia juga mengkritik penghapusan mekanisme peradilan untuk membubarkan suatu ormas. "Konstitusi menegaskan negara ini negara hukum," ujarnya.
Baca: Tjahjo Kumolo Ingin Pembahasan Perpu Ormas Mencapai Mufakat
Juru bicara Partai Gerindra, Azikin Solthan, juga mempersoalkan penghapusan mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas. Menurut dia, hilangnya norma itu membuat pemerintah saat ini layaknya rezim Orde Baru. "Perpu ini anti-demokrasi dan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pemerintah," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga mengharapkan ada musyawarah mufakat dalam paripurna hari ini. Ia tidak mempersoalkan munculnya pandangan berbeda dari sejumlah fraksi terhadap Perpu Ormas. Sebab, dia optimistis fraksi-fraksi di DPR akan mencapai kesepakatan.
Tjahjo memastikan pemerintah terbuka dengan adanya revisi setelah Perpu Ormas itu disahkan menjadi undang-undang. Ia menilai revisi mungkin terjadi pada poin masa tahanan dan hukuman. Namun pemerintah menolak apabila revisi berhubungan dengan prinsip dan ideologi Pancasila.
“Ormas apa pun dilindungi undang-undang, tapi prinsipnya penerapan Pancasila harus menjadi komitmen,” kata Tjahjo. “Pokoknya, yang prinsip jangan diutak-atik. Orang boleh berormas, tapi kalau dia berormas punya agenda lain mengubah Pancasila, lah masak harus diberi peluang? Kan tidak. Itu saja.”
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly tak mau berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan pemerintah tidak bersifat absolut dengan menerbitkan Perpu Ormas tersebut. “Kalau memang besok (hari ini) diterima ada beberapa catatan, nanti kami bahas bersama,” kata dia, Senin, 23 Oktober 2017.
AHMAD FAIZ