Hari Santri Nasional, Menteri Agama: Maknanya Kini Luas
Reporter
Fitria Rahmawati (Kontributor)
Editor
Rina Widiastuti
Sabtu, 21 Oktober 2017 22:25 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan peringatan Hari Santri Nasional bukan hanya untuk mereka yang belajar di pondok pesantren. Peringatan hari santri ini, kata Lukman, maknanya lebih luas.
"Saya ingin menggarisbawahi, ada kesalahpahaman dalam memaknai santri. Seakan santri adalah mereka yang pernah belajar di pondok pesantren," kata Lukman di Lapangan Pancasila Simpanglima, Semarang, Sabtu 21 Oktober 2017.
Baca: Jokowi-JK Masuk Kategori Mahasantri Bhakti Negeri
Lukman menjelaskan, semula makna santri memang terbatas kepada mereka yang menimba ilmu di pondok pesantren. Tetapi, dia melanjutkan, dengan penetapan Hari Santri kini maknanya diperluas.
"Tidak hanya mereka yang belajar di pondok pesantren tetapi mereka yang memiliki pemahaman dan cara pengamalan keagamaan sebagaimana layaknya santri," tuturnya.
Amalan yang dilakukan santri, Lukman mengatakan, sebagai tindakan cinta tanah air karena dasar agama, berahlakul karimah, berwawasan luas, dan memiliki ilmu agama islam yang mendalam. Wawasan yang luas tersebutlah yang membuat santri menghormati adanya perbedaan, dan berpikir moderat.
Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober Hari Santri Nasional. Penetapan itu dilakukan pada 2015. Menurut Lukman, penetapan Hari Santri tidak hanya pemberian penghargaan dan rekogni
Lukman menegaskan, penetapan HSN tidak hanya pemberian penghargaan dan rekognisi negara atas sumbangsih yang besar dari santri, tetapi sekaligus peneguhan bagi santri terhadap nasib bangsa dan negara.
Di Semarang, perayaan Hari Santri Nasional ke-2 yang jatuh pada Ahad, 22 Oktober 2017, digelar di Lapangan Pancasila Simpanglima. Berbagai kegiatan seperti pembuatan kartun komik 300 meter oleh 31 komikus. Pembuatan komik ini rencananya akan memecahkan Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri), Sabtu malam, 21 Oktober 2017.
Peringatan Hari Santri Nasional ini juga diisi renungan oleh Habib Lutfi, Habib Uamr Muthohar, dan Habib Ali Zainal Abidin Assegaf.