Penyidik KPK bersama Polisi Militer TNI, melakukan pemeriksaan fisik kondisi dari luar dan dalam Helikopter Agusta Westland (AW) 101, di Hanggar Skadron Teknik 021, Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, 24 Agustus 2017. Pembelian helikopter buatan Inggris dan Italia tersebut, menyebabkan kerugian negara. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang gugatan praperadilan tersangka korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland 101 (AW101), Irfan Kurnia Saleh, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditunda. Penundaan ini karena pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir.
"Sidang ditunda dua minggu, dengan catatan untuk termohon harus menyampaikan jawabannya setelah pembacaan surat permohonan supaya tidak memperberat hakim," kata hakim tunggal, Kusno, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 20 Oktober 2017.
Sidang praperadilan tersebut dihadiri pihak pemohon yang diwakili pengacara Irfan, Marbum. Sedangkan pihak KPK sebagai termohon tidak hadir.
Mulanya, pemohon meminta sidang praperadilan ditunda tiga hari. Namun permintaan tidak dikabulkan hakim. Sidang dengan agenda pembacaan permohonan akan digelar pada 3 November mendatang.
Menanggapi penundaan sidang ini, Marbum mengatakan hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan pihak KPK. "Ditunda itu ya, mungkin KPK-nya secara teknis belum siap. Jadi, ya, kami terima aja-lah," ujarnya.
Saat ditanya mengenai inti dari gugatan tersebut, Marbum enggan menjelaskannya. "Ini kan baru praperadilan, jadi tidak etis juga kalau semua dibicarakan sekarang."
Kasus korupsi pengadaan helikopter ini telah menjerat sejumlah tersangka dari pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan swasta. KPK menetapkan Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT Diratama Jayamandiri, sebagai tersangka. Ia diduga mengatur tender proyek senilai Rp 738 miliar itu. Lima orang anggota TNI juga sudah ditetapkan tersangka oleh POM TNI. Dari hasil pemeriksaan POM TNI ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan helikopter AW101, yang membuat negara rugi sekitar Rp 224 miliar.