Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melakukan aksi unjuk rasa membawa poster bergambar Ketua DPR Setya Novanto, di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 14 September 2017. TEMPOImam Sukamto
TEMPO.CO, Padang -Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyarankan agar KPK membuka rekaman percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto dan berbagai pihak dalam korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) kepada publik. “Perdengarkan saja," kata alumnus William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat itu, Senin 2 Oktober 2017.
Menurut Feri, dokumen rekaman itu bukan bukti pengadilan. "Rekaman itu ditolak sebagai bukti pengadilan.” Lantaran dokumen itu ditolak sebagai bukti pengadilan, maka harus dianggap dokumen publik yang bisa diakses.
Dengan diperdengarkan kepada publik, kata Feri, masyarakat mengetahui isi rekaman yang menjadi alat bukti KPK dalam sidang praperadilan Setya. Publik juga bisa menilai kelayakan dokumen itu sebagai alat bukti. KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP dengan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun pada 17 Juli 2017.
Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian melayangkan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim Cepi Iskandar memenangkan ketua Umum Partai Golkar itu.