KWI: Perlu Diupayakan Penyelesaian Konflik Vertikal di Maluku
Reporter
Editor
Rabu, 13 Agustus 2003 16:17 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Berlarut-larutnya konflik di Maluku tak serta merta menunjukkan bahwa perjanjian Malino II gagal. Setidaknya perjanjian yang ditandatangani kelompok muslim dan nasrani ini mampu meredam konflik horizontal di sana. Ketua Komisi Hubungan Antaragama Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Ismartono SJ mengungkapkan bahwa konflik di Maluku justru dipicu oleh pihak-pihak di luar Maluku. “Yang masih belum tersentuh saat ini adalah penyelesaian konflik vertikal antara masyarakat Maluku dengan orang-orang di luar Maluku,” ujarnya kepada Tempo NewsRoom di Jakarta, Selasa (14/5). Sinyalemen keterlibatan orang di luar Maluku itu telah disampaikan Ismartono kepada Wakil Presiden Hamzah Haz, Senin (13/5) lalu. Kesimpulan itu bukan tanpa bukti kuat. Tim Gerakan Moral Nasional –tim yang dibentuk PGI, MUI dan KWI untuk mengumpulkan fakta-fakta di Ambon- menemukan sejumlah bukti-bukti di lapangan yang menunjukkan keterlibatan orang luar dalam setiap konflik di Maluku. “Tim dilapangan menemukan bahasa yang digunakan beberapa kelompok perusuh itu bukan bahasa asli maluku. Skala perusakan juga sangat massif,” ujarnya. Mengenai usaha untuk menyelesaikan konflik vertikal di Maluku, Ismartono menjelaskan bahwa pihaknya melalui Tim Gerakan Moral Nasional sudah berusaha melakukan pendekatan ke beberapa petinggi negeri ini. Setelah kerusuhan di Desa Soya, dua pekan lalu, forum komunikasi tokoh-tokoh antar agama ini sudah bertemu dengan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono dan Menko Kesra Jusuf Kalla. Pertemuan dengan Hamzah Haz diakui Ismartono, juga bagian dari pendekatan itu.Masih menurut Ismartono, penyelesaian konflik di Maluku sebaiknya diserahkan pada masyarakat Maluku sendiri. “Kalau mereka mempunyai solusi yang rasional dan operasional, semua pihak luar seyogyanya menahan diri dan mendukung pelaksanaan solusi tersebut,” katanya. Kendati begitu, Ismartono menganggap perintah penarikan Laskar Jihad dari Maluku dan pembubaran Front Kedaulatan Maluku (FKM) tak begitu penting dibanding upaya pemerintah untuk meberikan jaminan keamanan kepada masyarakat Maluku. Ismartono lalu mencontohkan keberadaan Laskar Jihad di Maluku. “Akibatnya, masyarakat muslim merasa terancam. Laskar Jihad yang datang dengan tekad melindungi mereka, akhirnya disambut positif,” jelasnya. Meningkatkan rasa aman masyarakat, kata Ismartono, merupakan tanggung jawab negara. “Aparat keamanan-lah yang seharusnya melaksanakan tanggung jawab itu,” katanya. Di sisi lain, Ismartono mengkhawatirkan penangkapan Panglima Laskar Jihad, Ja’far Umar Thalib justru akan memicu eskalasi konflik di Maluku. Penangkapan Ja’far, kata Ismartono, membuat stigma baru yang kontra produktif untuk penyelesaian konflik Maluku. Penangkapan Ja’far –secara langsung maupun tidak-- membuat kalangan Islam distigmatisasi sebagai biang konflik. “Kalau pola seperti ini diteruskan, Islam akan selalu dilihat sebagai sumber konflik dan kekerasan,” tegasnya. Karena itu, Ismartono menyarankan agar Ja’far dan Laskar Jihadnya diberi peran yang proporsional dalam usaha damai menyelesaikan konflik Maluku. (Wahyu Dhyatmika-Tempo NewsRoom)
Berita terkait
Manchester City dan Arsenal Berebut Gelar Juara Liga Inggris Malam Ini: Jadwal, Skenario, dan Fakta Menarik
31 menit lalu
Manchester City dan Arsenal Berebut Gelar Juara Liga Inggris Malam Ini: Jadwal, Skenario, dan Fakta Menarik
Persaingan Manchester City dan Arsenal untuk memperebutkan gelar juara Liga Inggris 2023-2024 akan memuncak pada Minggu malam, 19 Mei 2024.