TEMPO.CO, Jakarta - PT Dirgantara Indonesia tengah merancang sebuah pesawat perintis N291. Rencananya, pesawat yang memilki daya tampung 19 penumpang ini akan diluncurkan perdana (roll out) pada pertengahan bulan November 2015. Presiden Jokowi dijadwalkan akan menghadiri peluncuran pertama pesawat tersebut.
Chief Engineering pesawat N219 Palmana Banandhi mengatakan prototipe pesawat sudah mencapai 90 persen.
"Saat ini, sudah masuk ke tahap pemasangan dan pengecetan. Dalam seminggu ini, mudah-mudahan pesawat sudah bisa di roll out," ujar Palmana kepada Tempo saat ditemui di Hanggar Assembly pesawat N219 PT DI, Kamis, 29 Oktober 2015.
Palmana mengatakan proyek pesawat ini sudah digagas sejak 2006. Tahapan pertama pesawat N219 diawali dengan proses penelitian dan perencanaan yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Baru pada 2014, PT DI mengeksekusi hasil penelitian tersebut menjadi prototipe.
"Pesawat ini mulai dirintis sejak tahun 2006. Proyek ini mulai dilakukan serius tahun 2014," kata Palmana.
Palmana menyebutkan, proyek pesawat ini bisa menjadi penggerak industri pesawat terbang nasional. Ia mengatakan, industri dirgantara nasional telah mengalami masa kelesuan. Dengan adanya pesawat N219 ini, Palmana berharap dapat menjadi titik awal pengembangan industri pesawat terbang, yang seluruhnya melibatkan tenaga kerja dan produksi lokal.
"Jadi, proyek ini bisa disebut sebagai pemacu industri dirgantara nasional. Karena sejak dari perencanaan, semua melibatkan lembaga negara. Dari research hingga manufakturing dilakukan oleh lembaga negara," kata Palmana.
Untuk nilai proyek pembuatan pesawat ini, kata dia, PT DI membutuhkan dana senilai Rp 500 miliar, yang sebagian dananya merupakan kucuran dari pemerintah melalui LAPAN.
"Sampai tahap ini, kita menghabiskan dana sekitar Rp 400 miliar. Mungkin nanti hingga bisa terbang membutuhkan dana sampai Rp 500 miliar," ucap Palmana.
Dalam proyek ini, hampir 40 persen, dari tenaga kerja hingga bahan baku pesawat, dikerjakan oleh anak bangsa. Dengan demikian, Palmana mengatakan, proyek ini merupakan titik awal kebangkitan industri pesawat terbang nasional.
"Saya pikir, semua lembaga turut belajar dari proyek ini. Di mana dalam proyek ini ada sinergi antara lembaga penelitian dan industri manufaktur sehingga hasil penelitian bisa bermanfaat bagi industri," kata Palmana.
Rencananya, pesawat ini bisa mulai beroperasi pada Mei 2016. Saat ini, desain pesawat sudah hampir jadi. Palmana mengatakan, hingga saat ini, proses pembuatan pesawat mencapai tahap sertifikasi. Sertifikasi tersebut dilakukan pada setiap komponen pesawat.
"Setiap single part pasti dilakukan pemeriksaan oleh Inspektur PT DI dan Kementerian Perhubungan," ujar dia.
Sebanyak tiga perusahaan maskapai lokal dan luar negeri tengah antre untuk membeli pesawat ini. Pesawat ini ditaksir akan dijual dengan harga US$ 5-6 juta. Pesawat ini merupakan unit yang didesain untuk keperluan transportasi sipil dan militer.
"Ada tiga perusahaan yang sudah MoU untuk memesan pesawat ini," ujar Palmana. Dia menyebut, di antaranya, Lion Air dan Kartika Air.
IQBAL T. LAZUARDI S