TEMPO.CO, Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur kecewa terhadap putusan yang diberikan kepada tiga anggota polisi yang diduga terlibat kasus penambangan ilegal di Lumajang. Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Ony Mahardika menganggap polisi tidak serius menangani kasus keterlibatan polisi dalam kasus penambangan di Lumajang.
"Hukumannya kurang, ini sudah unsur gratifikasi, seharusnya mereka dijerat dengan pidana korupsi dan harus dicopot," kata Ony, ketika dihubungi Tempo, Senin, 19 Oktober 2015.
Selain itu, menurut Ony, seharusnya polisi juga harus memeriksa mantan-mantan kepala kepolisian sektor maupun mantan-mantan kepala kepolisian resor. Tidak cukup hanya dengan memeriksa tiga orang polisi tersebut.
"Karena praktek penambangan tersebut berlangsungnya sudah lama sehingga yang mantan-mantan tadi juga perlu diperiksa," kata Ony.
Polisi, kata Ony, hanya memeriksa pihak yang menyewakan alat berat saja. Tidak sampai kepada penadahnya atau pemakai pasir besi tersebut.
"Logika sederhananya kalau kita beli barang curian kita ditangkap tidak? Kan pasti ditangkap," ujar Ony.
Melihat kenyataan tersebut maka Walhi menganggap polisi telah gagal total dalam membongkar kejahatan pertambangan. Selain itu, polisi juga dinilai gagal untuk membersihkan area pertambangan dari penambang ilegal.
Sebelumnya, tiga orang polisi yang diduga terlibat kasus penambangan ilegal di Lumajang yaitu Kapolsek Pasirian Ajun Komisaris Sudarminto, Kanit Reskrim Inspektur Dua Samsul Hadi, dan anggota Babinkamtibmas Polsek Pasirian, Sigit Purnomo. Ketiga polisi tersebut diberikan hukuman disiplin berupa peringatan tertulis, mutasi yang bersifat demosi, penempatan di tempat khusus selama 21 hari.
EDWIN FAJERIAL