TEMPO.CO, Yogyakarta-Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta memvonis dua terdakwa korupsi dana hibah Persiba Bantul hukuman 1,6 tahun bui. Mantan bendahara I Persiba Bantul, Dahono, dan Direktur Utama PT Aulia Trijaya Mandiri Yogyakarta, Maryani itu terbukti bersalah dan secara saj serta meyakinkan melakukan tindak pidan korupsi pada dana hibah 2011 sebesar Rp 12,5 miliar. "Dahono dan Maryani terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut," kata Barita Saragih, ketua majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta, kemarin sore, 13 Oktober 2015.
Dahono mendapatkan ganjaran penjara selama satu tahun enam bulan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Begitu juga dengan maryani divonis hakim dengan penjara dan denda yang sama. Yang membedakan, Maryani harus membayarkan uang pengganti sebesar Rp 230,4 juta. Jika tidak bisa membayarkan, hartanya dirampas, jika tidak mencukupi ditambah hukumannya selama tiga bulan.
Hakim Barita dan hakim Samsul Hadi menyatakan keduanya bersalah. Namun, hakim Esther Megaria menyatakan hal berbeda (dissenting opinion). Ia menilai kasus hibah Persiba ini masuk dalam ranah perdata, bukan ranah pidana korupsi. Alasannya, Maryani Tidak ada hubungan hukum secara langsung dengan pemerintah Kabupaten Bantul selaku pemberi hibah. "Maryani hanya menjalin hubungan dengan Persiba, pemerintah Kabupaten Bantul menjalin hubungan dengan KONI berdasarkan naskah perjanjian hibah daerah," kata dia.
Namun, disenting opinion ini tidak membuat kedua terdakwa lepas dari jeratan hukum. Karena dua hakim menyatakan mereka bersalah. Hakim yang menyatakan keduanya bersalah menyatakan Maryani dan Dahono melakukan tindak pidana korupsi dengan tagihan fiktif. Akibatnya, ada kerugian sebesar Rp 1,04 miliar. Yaitu sebesar Rp 480,3 juta merupakan tagian fiktif dan Rp 540,3 juta merupakan penggelembungan atau mark up.
Hakim menemukan adanya 39 invoice dari Maryani yang dibayarkan Dahono yang disebutkan senilai hampir Rp 2,4 miliar. Namun setelah diteliti ternyata nilainya hanya Rp 1,3 miliar saja. "Dahono langsung membayarkan tanpa verifikasi padahal tahu tagihan tidak disertai lampiran bukti pengeluaran keuangan yang sah," kata hakim Samsul Hadi.
Saat penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, ada pengembalian uang sebesar Rp 730 juta ke kas daerah atas temuan kantor Inspektorat Bantul. Selain itu juga ada kelebihan bayar Rp 69 juta dari biaya tiket Yogyakarta - Surabaya. Setelah dihitung, uang yang diambil untung secara tidak sah sebesar Rp 230,4 juta dari tagihan fiktif dan penggelembungan.
Vonis ini lebih ringan dari tintutan jaksa sebelumnya. Maryani dituntut penjara selama dua tahun, denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara dan uang pengganti Rp 230,4 juta subsider satu tahun kurungan. Sedangkan Dahono dituntut hukuman satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Jaksa Ismaya Herawati menyatakan akan mempertimbangkan terlebih dahulu keputusan hakim tersebut. "Kami masih pikir-pikir atas vonis hakim," katanya. Begitu juga dengan kedua terdakwa masih belum memastikan apakah mereka akan melakukan upaya banding atau menerima putusan hakim.
MUH SYAIFULLAH