TEMPO.CO, Semarang - Komisi Kejaksaan RI menerima pengaduan sebanyak 175 kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan jaksa saat menangani perkara di Indonesia. “Bahkan ada seorang jaksa yang berkali-kali dilaporkan dalam kasus perkara yang berbeda,” ujar anggota Komisi Kejaksaan RI Indro Sugiarto usai diskusi dengan para aktivis di Semarang, Jawa Tengah, Kamis, 17 September 2015.
Menurut Indro, jumlah kasus jaksa itu tergolong banyak, karena hanya dalam dua bulan, Agustus dan September lalu. Dia menjelaskan, dugaan pelanggaran yang dilakukan jaksa berbagai macam bentuk, mulai dari dugaan suap, mengulur-ulur penyusunan tuntutan untuk bernegosiasi, bertindak tak professional hingga jaksa yang “wani piro” (berani berapa?). Indro menyebut banyak perkara ringan yang ditangani jaksa tapi ada masalah. “Kecil-kecil tapi banyak banget yang sulit dibuktikan,” kata Indro.
Dia menjamin laporan dari masyararakat akan diproses. Setelah pengaduan dikaji maka akan dilakukan kebijakan menindaklanjuti. “Yang diyakini ada masalah dan valid maka Komisi Kejaksaan akan menurunkan tim investigasi ke lapangan,” ujar Indro.
Pekan ini, dia turun langsung ke Surabaya untuk mengusut dugaan pelanggaran oleh jaksa dalam menangani perkara korupsi dana hibah yang melibatkan pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.
Komisi Kejaksaan RI akan membuat terobosan untuk memberi kanal kepada pihak yang tersangkut pekara yang sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan maupun rumah tahanan. Bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum, Komisi Kejaksaan akan mendirikan po pengaduan di Lapas dan Rutan.
Menurut Indro, para tahanan itulah yang biasanya menjadi target jaksa untuk melakukan pemerasan. Modus yang biasa terjadi, kata Indro, seorang jaksa mengambil tahanan di rumah tahanan keluar dengan alasan untuk pemeriksaan. Padahal, kata Indro, saat tahanan bertemu dengan jaksa itulah terjadi negosiasi.
“Laporan yang riil dan paling tahu soal tindakan jaksa adalah para tahanan. Karena mereka mengalami sendiri,” kata Indro.
ROFIUDDIN