TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan Presiden Joko Widodo tak akan merevisi peraturan tentang pembangunan pembangkit listrik sebesar 35 ribu megawatt. Teten mengatakan Jokowi tetap ingin dalam jangka waktu lima tahun ke depan proyek itu tetap dilanjutkan.
Penjelasan itu, kata Teten, disampaikan langsung oleh Presiden kepadanya. "Tadi penjelasannya lebih tegas, bahwa 35 ribu megawatt itu kebutuhan. Jadi Presiden melihat bahwa pembangunan listrik adalah bagian penting dari program besar membangun kembali industri di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, yang jadi sasaran pembangunan industrialisasi," katanya di Istana Negara, Kamis, 10 September 2015.
Ia mengatakan memang ada keraguan proyek listrik 35 ribu MW itu bakal tak mencapai target. Dia mencontohkan, pemerintah sebelummya, pada masa Susilo Bambang Yudhoyono, menargetkan pembangunan pembangkit listrik sebesar 10 ribu MW, namun hanya terealisasi 6.000 MW.
Meski demikian, kata Teten, Presiden tetap optimistis pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW itu akan terlaksana. "Jadi jangan membuat kontroversi lagi soal itu. Presiden sudah memastikan proyek itu akan berjalan," ujarnya. "Sebelum 2019 itu memang kami harus betul-betul siapkan sesuatunya sebelum krisis energi itu terjadi," katanya.
Teten berujar, Presiden menolak usul Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli yang akan mengubah proyek listrik dari 35 ribu MW menjadi 16 ribu MW. "Tidak ada pembahasan itu. Intinya, Presiden sampaikan bahwa 35 ribu megawatt itu suatu kebutuhan yang sudah kami perkirakan dari keterlambatan pembangunan infrastruktur di bidang energi dan kebutuhan di masa depan," ujarnya.
Rizal Ramli sebelumnya mengusulkan agar proyek listrik 35 ribu MW diubah menjadi 16 ribu MW hingga 2019, dengan alasan target itu tidak akan tercapai dalam jangka waktu lima tahun. Menurut Rizal, jika pemerintah tetap memaksakan diri membangun proyek itu dalam waktu lima tahun, beban puncak PLN pada 2019 menjadi sebesar 74 ribu MW dengan kapasitas berlebih 21 ribu MW.
REZA ADITYA