TEMPO.CO, Semarang - Penggiat anti korupsi di daerah menyatakan kekecewaannya terhadap hasil kerja Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, karena meloloskan calon yang berasal dari kepolisian, Basariah Panjaitan.
“Banyak yang sudah tahu track record Basariah seperti apa. Tapi kok tetap lolos 8 besar,” kata Sekretaris Komite Penyelidikan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah, Syukron, Selasa, 1 Sepember 2015.
Menurut Syukron, selama ini Basariah juga tak pernah terdengar menjadi pendekar pemberantasan korupsi, meski menjadi anggota kepolisian. Bahkan, Basariah secara terang-terangan menolak dengan tegas penyidik independen di KPK. “Dia seperti tak punya misi pemberantasan korupsi,” ujar Syukron.
Syukron khawatir masuknya Basariah justru akan menjadi duri bagi KPK. Selain itu, masuknya Basariah itu menjadi petanda kepolisian ingin tetap mengendalikan KPK. Bila Basariah lolos uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, justru akan melemahkan KPK dari dalam. Padahal, keberadaan KPK seharusnya dipandang sebagai sinergi, bukan pesaing.
Jika Basariah hebat sebagai pendekar anti korupsi, maka sebaiknya dia diberi peran memberantas korupsi di institusi kepolisian. Sebab, hingga saat ini peran kepolisian dalam memberantas korupsi belum maksimal. “Jangan malah dikirim ke KPK,” ucap Syukron.
Syukron juga menyatakan kekecewaannya terhadap manuver yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri, yang terkesan menekan Pansel KPK saat melakukan tugasnya menseleksi calon pimpinan KPK.
Tim Pansel KPK, tadi pagi menyerahkan delapan nama calon pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta.
Mereka dibagi dalam empat kategori. Pertama, kategori pencegahan yang terdiri dari Saut situmorang dan Surya Chandra, kategori penindakan yang terdiri dari Alexander Marwata dan Basariah Panjaitan, kategori manajemen, Agus Rahardjo dan Sujanarko, serta kategori supervisi dan pengawasan Johan Budi Sapto Prabowo dan Laode Muhammad Syarif.
EDI FAISOL