TEMPO.CO , Pekanbaru: Kepala Bidang Penyidikan dan Penindakan Kapabean Bea dan Cukai Wilayah Riau Agus Wahyono mengakui, perairan pesisir timur Riau kerap kali menjadi pintu masuk bawang merah selundupan asal Malaysia. Meski telah dilakukan penangkapan berulang kali, aksi penyelundupan terus saja terjadi.
“Keuntungan dari aksi penyelundupan bawang sangat besar, makanya terus terjadi,” kata Agus, kepada Tempo, Jumat, 22 Mei 2015.
Menurut Agus, Riau memiliki garis pantai berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Diperkirakan ada ratusan pelabuhan tikus yang sulit dipantau petugas dimanfaatkan masyarakat memasukkan barang ilegal asal Malaysia. Petugas Bea Cukai Riau lebih mewaspadai wilayah pesisir Bengkalis lantaran lebih dekat dengan Malaysia.
Agus menjelaskan, wilayah pesisir yang kerap menjadi tempat penyelundupan bawang merah asal Malaysia adalah di Selat Baru dan Sungai Liung, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis. Namun wilayah tersebut hanya bisa dilalui kapal kayu pompong bermuatan 20 hingga 50 ton bawang merah.
“Wilayah itu hanya dilalui kapal kecil, tapi banyak sekali,” katanya. Sedangkan kapal besar bermuatan 150 ton bawang merah selundupan kerap masuk di wilayah Teluk Nibung, Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara.
Agus mengatakan upaya pengawasan dan penindakan barang ilegal terus dilakukan. Pada 4 April 2015, petugas Bea-Cukai mengamankan tiga kapal kayu di perairan Selat Malaka, Desa Selat Baru, Bengkalis. Namun penangkapan berujung perlawanan dari para penyelundup. Kapal patroli Bea Cukai ditabrak penyelundup hingga robek. Alhasil, petugas terpaksa melumpuhkan penyelundup dengan timah panas.
Agus mengakui patroli yang dilakukan petugas Bea-Cukai di perairan Riau belum maksimal lantaran tidak didukung dengan persediaan bahan bakar. Belum lagi garis pantai yang perlu dipantau sangat panjang membuat petugas kewalahan.
Menurut Agus, anggaran operasional yang disediakan oleh negara belum cukup untuk mengawasi wilayah perairan di Indonesia. “Anggaran pengawasan hanya Rp 100 juta satu tahun, tidak cukup untuk biaya operasional,” katanya.
Ia menuturkan, masyarakat nekat membawa bawang ilegal asal Malaysia demi menghindari pajak dan pemeriksaan balai karantina di pelabuhan resmi. Selain itu, biaya angkut juga relatif murah, terlebih jarak antara Malaysia dan pesisir Riau hanya memakan waktu kurang dari satu jam.
Pelaku, Agus menambahkan, juga mendapat keuntungan berpuluh kali lipat dari penjualan bawang merah asal negeri jiran yang diselundupkan. Sebab harga bawang merah Malaysia cenderung lebih murah ketimbang harga bawang dalam negeri. Harga per 1 kilogram bawang merah di Malaysia Rp 1.500. sedangkan di Indonesia bisa mencapai Rp 28 ribu.
RIYAN NOFITRA