TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi santai ancaman penarikan duta besar yang akan dilakukan Australia setelah pelaksanaan eksekusi mati. Menurut JK, penarikan dubes merupakan hal biasa dalam hubungan diplomatik.
"Kita juga pernah menarik duta besar kita dari sana, jangan lupa," kata JK seusai menghadiri pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Hotel Bidakara, Rabu, 29 April 2015. Indonesia juga pernah menarik dubesnya dari Brasil.
Menurut JK, hal itu biasanya hanya akan terjadi dalam waktu singkat. Setelah dua bulan, dubes akan kembali bertugas. Upaya penarikan dubes, kata JK, hanya sebagai bentuk protes. Selain dari Australia, Indonesia juga pernah menarik dubesnya dari Brasil.
JK mengklaim eksekusi yang dilakukan juga tak akan mengganggu perdagangan dengan Australia. Apalagi, menurut dia, Indonesia justru lebih banyak impor dari Negara Kanguru tersebut. "Berarti, kalau dia hentikan perdagangan, dia yang rugi."
Setelah melewati proses panjang, delapan terpidana mati yang terdiri atas tujuh warga negara asing dan seorang warga negara Indonesia akhirnya dieksekusi. Mereka dieksekusi di lapangan tembak belakang Pos Polisi Limus Buntu, dekat Lembaga Pemasyarakatan Besi, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pukul 00.35.
Kedelapan terpidana yang telah dieksekusi adalah warga negara Australia, Andrew Chan; WN Australia, Myuran Sukumaran; WN Nigeria, Martin Anderson; WN Nigeria, Raheem Agbaje; WN Brasil, Rodrigo Gularte; WN Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise; WN Nigeria, Okwudili Oyatanze; dan WN Indonesia, Zainal Abidin.
FAIZ NASHRILLAH