TEMPO.CO, Kupang - Sebanyak enam balita usia di bawah 5 tahun (balita) meninggal di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2014 karena menderita gizi buruk. "Ada enam anak yang meninggal karena gizi buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT Stef Bria Seran dalam acara workshop penguatan jurnalis untuk advokasi di bidang kesehatan ibu dan anak, Kamis, 12 Maret 2015.
Pada 2014, menurut Stef Bria, 361.696 anak ditimbang. Dari jumlah itu, 310.497 anak bergizi normal, 27.327 anak gizinya bermasalah dengan jumlah gizi kurang 23.963 balita, dan 3.351 anak mengalami gizi buruk. Dari total balita yang mengalami gizi buruk, 13 anak kelainan klinis yang enam di antaranya meninggal.
Data ini menunjukkan kasus gizi buruk di NTT masih ditemukan karena pola makan anak kurang diperhatikan. Karena itu, ucap dia, jika ada balita dengan gizi buruk, Dinas Kesehatan yang disalahkan. "Jangan kami saja yang disalahkan jika ada balita gizi buruk," tutur Stef Bria.
Sebab, kata dia, semua pihak harus bertanggung jawab dengan adanya gizi buruk di daerah ini, seperti Dinas Pertanian yang harus menyiapkan makanan bergizi bagi anak. Namun dia mengakui masih tingginya angka gizi buruk di NTT karena faktor kemiskinan. "Masyarakat miskin sulit beli makanan yang sehat untuk anak mereka," ucapnya.
Stef Bria menjelaskan, untuk menekan angka gizi buruk, anak dengan gizi bermasalah harus ditangani secara dini, karena jika tidak tertangani akan menjadi gizi kurang dan gizi buruk yang berujung pada kematian. "Penanganan harus dimulai sejak gizi anak dianggap bermasalah. Jangan tunggu sudah gizi buruk baru mau ditangani," tuturnya.
Kegiatan workshop penguatan jurnalis untuk advokasi di bidang kesehatan Ibu dan anak melibatkan sedikitnya 22 jurnalis, seperti koresponden, kontributor, dan jurnalis media lokal.
YOHANES SEO