TEMPO Interaktif, Malang -Lembaga Bantuan Hukum Surabaya meminta Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur memintah pemerintah jangan hanya membela kepentingan PT Perkebunan Nusantara XII.
Namun ikut melindungi hak asasi warga di lahan sengketa Kalibakar dan bersikap adil terhadap mereka. Menurut Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan LBH Surabaya Kantor Perwakilan Malang, Hosnan seluruh warga di lahan bekas Kebun Kalibakar seluas 2.040 hektare berhak atas hidup layak, pekerjaan, dan tempat tinggal.
Warga berada di lahan sengketa selama bertahun-tahun, menggarap lahan sebagai pekerjaan utama, dan telah berketurunan.
“Pemerintah pun harusnya memberikan perlakuan adil terhadap mereka. Kalau PTPN bisa mendapatkan HGU, seharusnya warga juga mendapat perlakuan serupa untuk menggarap lahan sebagai satu-satunya pekerjaan bagi hidup mereka,” kata Hosnan kepada Tempo, Selasa (17/11).
Menurutnya hak warga dijamin dalam Pasal 27 dan Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945. Jaminan serupa termaktub dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pernyataan Hosnan ditujukan untuk menanggapi pernyataan Bupati Malang Sujud Pribadi, serta Saurijanto—Ketua Harian Kelompok Kerja Pengkajian, Penanganan, dan Penyelesaian Sengketa Tanah di Kabupaten Malang.
Kemarin Sujud menegaskan Pemerintah Kabupaten Malang tidak berpihak pada PT Perkebunan, namun mendukung negara dan bertindak sebagai penengah. Sujud juga “mengancam” akan menindak tegas perangkat desa di lokasi sengketa yang gagal menenangkan situasi dan kondisi di Kalibakar.
Pernyataan mendukung negara dinilai Hosnan sebagai frasa lain mendukung PT Perkebunan, yang memang dimiliki negara. Sedangkan Saurijanto menyatakan warga dapat dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan karena menjarah atau menggarap lahan tanpa izin dari PT Perkebunan.
Pihak PT Perkebunan berhak menggarap lahan Kalibakar karena dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikan yang sah dan otentik, serta relevan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda di Indonesia.
Hak ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 1988 yang memberikan hak guna usaha kepada PT Perkebunan hingga 2013.
Penjarahan oleh warga telah menimbulkan bencana banjir bandang yang melanda wilayah Pujiharjo, Purwodadi, dan Sitiarjo karena kawasan konservasi di Kebun Kalibakar menyusut dari 70 persen pada 1981 menjadi sekitar dua persen pada 2004.
Menurut dia, dalam reformasi agraria sekarang sesungguhnya merupakan kesempatan bagi warga untuk memiliki tanah secara sah asal warga dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikan yang sah dan atau bukti-bukti otentik yang menguatkan warga pernah memiliki tanah itu.
“Kalau memang punya surat-suratnya, ya, please. Jangan asal main klaim bilang (tanah) itu hak ulayat atau hak adat, atau bilang sebagai warisan nenek moyang saja,” katanya.
Bagi Hosnan, pernyataan Sujud dan Saurijanto lebih mengedepankan keadilan normatif dan mengabaikan keadilan substantif. Warga boleh saja dianggap tidak punya dasar hukum untuk menguasai lahan.
Tapi harus dilihat juga bahwa kegigihan maupun kesungguhan warga menuntut lahan hingga ke pemerintah pusat sudah dapat dianggap sebagai bukti nyata perjuangan warga untuk membela hak-haknya.
“Kalau mereka yang sering dianggap tak berpendidikan tapi berani dan gigih bertahun-tahun memperjuangkan hak atas tanah itu hingga ke pusat, saya kira mereka pasti punya dasar hukum kuat untuk menuntut keadilan,” kata Hosnan.
Warga berhak mendapat perlakuan yang sama dengan perlakuan yang didapat PT Perkebunan. Seharusnya Pemerintah Kabupaten Malang lebih mendekat kepada rakyatnya dan bukan melulu berpihak pada PT Perkebunan.
Berdasarkan bukti-bukti pemberitaan dan dokumen tertulis yang dimiliki LBH diketahui beberapa bupati Malang sebelum Sujud dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang justru menunjukkan keberpihakkannya secara terbuka kepada rakyat.
ABDI PURNOMO