Kayu-kayu eboni illegal itu, dimuat dengan kapal motor Maxys dan ditangkap aparat kepolisian di perairan Selat Makassar dalam perjalanan menuju Tawau Sabah Malaysia, Rabu (28/10). Saat disergap, kapal ini memuat ratusan batang kayu hitam tanpa dilengkapi dengan dokumen sekitar 10 meter kubik.
Aparat kemudian menggiring kapal bermuatan kayu eboni itu ke Dermaga Donggala. Setibanya di dermaga, kayu-kayu ini langsung dibongkar polisi untuk diamankan di Mapolres Donggala. Selain kayu, polisi juga mengamankan tujuh orang termasuk satu orang nakhoda dan enam anak buah kapal.
Mustari, nakhoda kapal itu Jumat siang (31/10) di Polres Donggala, mengaku sudah dua kali melakukan aksi penyelundupan. Kali pertama lolos dari sergapan polisi. “Saya dan kawan-kawan mendapat komisi sebesar satu setengah juta rupiah bila berhasil lolos membawa kayu ke Malaysia,” aku Mustari.
Mustari mengaku, bersama anak buahnya bisa masuk dengan aman ke Malaysia karena adanya jaminan dari penadah kayu di Malaysia. Aparat keamanan perbatasan dua negara diakui lemah dan sering kecolongan. Bisa juga adanya main mata antara pemilik kayu, penadah kayu dengan aparat.
Buktinya Mustari bisa melintas batas negara tanpa memiliki paspor.
Polisi mensinyalir, aksi-aksi penyelundupan selama ini menjadikan Tawau sebagai tujuan utama. Di samping karena bisa lolos dengan jaminan sang penadah, nilai kayu hitam di luar negeri memang cukup mencengangkan dibandingkan harga di dalam negeri.
Para pelaku penyelundupan ini dijerat pasal 50 ayat tiga dan pasal 78 ayat tujuh undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan dengan ancaman lima tahun penjara.
Darlis