Rhoma Irama Gugat UU Pemilu karena Ingin Jadi Calon Presiden

Reporter

Rabu, 9 Agustus 2017 11:24 WIB

Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama, memukul gong dalam pembukaan Musyawarah Koordinasi Nasional Partai Idaman di Asrama Haji, Jakarta, 16 Mei 2017. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman) Rhoma Irama mendaftarkan uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum 2019 ke Mahkamah Konstitusi, Rabu, 9 Agustus 2017 pukul 10.30. Rhoma meminta MK menguji pasal-pasal terkait ambang batas pencalonan presiden dan verifikasi partai politik yaitu Pasal 173 ayat 1, Pasal 173 ayat (3) dan Pasal 222.

Menurut Sekretaris Jenderal Partai Idaman Ramdansyah, partainya mengalami kerugian konstitusional bila undang-undang tersebut berlaku. Partai Idaman yang hendak mencalonkan Rhoma Irama sebagai calon presiden 2019, terhambat aturan di Pasal 222 tentang presidential threshold sebesar 20 persen.


Baca: Ditanya Soal Maju Jadi Capres 2019, Begini Jawaban Rhoma Irama


"Pasal 222 UU Pemilu 2019 ini nyata-nyata memangkas hak konstitusional Partai Idaman yang telah memutuskan dalam rapat pleno untuk mengusung Rhoma Irama sebagai calon presiden," katanya dalam keterangan tertulisnya.


Sebab, kata Ramdansyah, Pasal 222 UU a quo ini hanya memberikan kesempatan untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden kepada partai politik yang memilki kursi di DPR berdasarkan hasil pemilu 2014. Ramdansyah menilai aturan tersebut tidak relevan dan kadaluwarsa lantaran pilpres dan pileg 2019 berlangsung serentak.


"Sehingga dalam posisi demikian maka seluruh partai politik dalam posisi yang sama, yakni 0 persen kursi atau 0 persen suara sah (dimulai dari nol)," ucapnya.


Advertising
Advertising

Simak: Rhoma Irama Beri Sinyal Bakal Maju Pilpres 2019

Terkait aturan mengenai verifikasi partai, Partai Idaman meminta frasa “telah ditetapkan” pada Pasal 173 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Partai Idaman meminta pula agar MK memutuskan Pasal 173 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


Ramdansyah menjelaskan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu mengatur partai politik peserta pemilu ditetapkan atau lulus verifikasi oleh KPU. Sedangkan di Pasal 173 ayat (3) partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai peserta Pemilu.


Ia menilai ketentuan Pasal 173 ini bersifat diskriminatif dikarenakan partai politik yang baru berbadan hukum diwajibkan untuk ikut verifikasi untuk menjadi peserta pemilu 2019, sedangkan Partai politik peserta pemilu 2014 tidak diwajibkan.


Lihat: Rhoma Irama Harap Partai Idaman Jadi Pemersatu Bangsa

"Ketentuan ini nyata-nyata telah melanggar asas hukum yang bersifat universal yakni asas lex non distinglutur nos non distinguere debemus, hukum tidak membedakan dan karena itu kita harus tidak membedakan," ucapnya.


Seluruh partai politik baik yang baru dan lama wajib diversifikasi ulang. Sebabnya pada Pemilu 2019 ada penambahan satu provinsi dan 11 kabupaten/kota hasil pemekaran 2015. "Jelas ada perbedaan geopolitis," kata Ramdansyah.


AHMAD FAIZ

Berita terkait

Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip

1 jam lalu

Hakim MK Saldi Isra Cecar Bawaslu Soal Tanda Tangan Pemilih di Bangkalan yang Mirip

Hakim MK Saldi Isra menyoroti tanda tangan pemilih pada daftar hadir TPS di Desa Durin Timur, Kecamatan Konang, Bangkalan yang memiliki kemiripan bentuk.

Baca Selengkapnya

Hakim Saldi Isra Guyon Soal Kekalahan Tim Bulu Tangkis Indonesia di Sidang Sengketa Pileg

4 jam lalu

Hakim Saldi Isra Guyon Soal Kekalahan Tim Bulu Tangkis Indonesia di Sidang Sengketa Pileg

Hakim MK Saldi Isra, melemparkan guyonan alias candaan mengenai Tim Bulu Tangkis Indonesia di Piala Thomas dan Uber 2024 dalam sidang sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Kala Sistem Noken dalam Pileg 2024 di Papua Tengah Dirundung Masalah

5 jam lalu

Kala Sistem Noken dalam Pileg 2024 di Papua Tengah Dirundung Masalah

Hakim MK kembali menegur KPU RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tegur KPU karena Tak Bawa Hasil Noken di Sidang Sengketa Pileg Papua Tengah

6 jam lalu

Hakim MK Tegur KPU karena Tak Bawa Hasil Noken di Sidang Sengketa Pileg Papua Tengah

Hakim MK Enny Nurbaningsih menegur KPU RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

Baca Selengkapnya

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

7 jam lalu

Hakim MK Tegur Anggota Bawaslu Papua Tengah yang Datang Terlambat di Sidang Sengketa Pileg

Hakim MK Arief Hidayat menegur anggota Bawaslu Papua Tengah yang datang terlambat dalam sidang sengketa Pileg 2024 di panel 3, hari ini

Baca Selengkapnya

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

10 jam lalu

Hari Ini MK Gelar Sidang Lanjutan Pemeriksaan Sengketa Pileg, Ada 55 Perkara

MK kembali menggelar sidang sengketa Pemohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum hasil Pemilihan Legislatif 2024, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

1 hari lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

1 hari lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

2 hari lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

2 hari lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya