Polisi Mutilasi Anak, DPR: Sistem Rekrutmen Harus Dievaluasi
Sabtu, 27 Februari 2016 16:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Desmon Junaidi Mahesa meminta sistem rekrutmen anggota kepolisian dievaluasi. Menurut dia, hal itu berdasarkan kasus pembunuhan anak yang dilakukan Petrus Bakus, anggota kepolisian di Melawi, Kalimantan Barat, yang diduga mengalami gangguan kejiwaan.
"Kalau buat saya, masalah ini harus dilihat pada saat orang tersebut masuk, apakah prosedur sesuai atau tidak," kata Desmon di Jakarta, Sabtu, 27 Februari 2016.
Menurut Desmon, seseorang yang lolos menjadi anggota Kepolisian seharusnya tidak mengalami masalah kesehatan jasmani dan psikologis. Desmon mengaku aneh Petrus bisa lolos menjadi anggota polisi, padahal ia diduga mengidap penyakit Skizofrenia.
Desmon meminta kepolisian menyelidiki secara tuntas bagaimana Petrus bisa lolos menjadi anggota polisi. "Orang ini (Petrus) kapan masuk? Prosedur tes masuk apakah sudah sesuai dengan standar kepolisian atau nyolong? Atau menyuap?" kata politikus Partai Gerindra itu.
Selain itu, Desmon meminta Kepolisian meminta maaf kepada publik karena insiden ini. Bagaimanapun, kata Desmon, ini adalah bentuk kelalaian Kepolisian. "Harus ada kejujuran dari instansi Polri bahwa mereka abai, lalai," katanya.
Pada 26 Februari 2016, Petrus Bakus membunuh dan memutilasi kedua anaknya, FN, 5 tahun, dan AA, 3 tahun, di rumah mereka. Saat ditahan, Petrus mengakui perbuatannya dan mengaku mendapat bisikan untuk menjadikan kedua anaknya persembahan.
Petrus kemudian didiagnosis mengalami Skizofrenia, penyakit yang menurut keluarga Petrus sempat menyerangnya saat ia berumur 4 tahun.
EGI ADYATAMA