Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 Desember 2015. Menurut pernyataan anggota MKD asal Fraksi Demokrat Guntur Sasono, Setya Novanto membantah keterangan pengadu, Menteri ESDM Sudirman Said, dan juga saksi yakni Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat menilai Ketua DPR Setya Novanto telah melakukan pelanggaran etika karena mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Freeport bersama pengusaha M. Riza Chalid, dan melakukan pembicaraan di luar kewenangannya.
Dalam sidang yang digelar di Gedung DPR, Rabu, 16 Desember 2015, sembilan dan 17 anggota MKD menyatakan, Setya telah melanggar etik sebagai anggota DPR.
Darizal Basir dari Fraksi Partai Amanat Nasional berpendapat bahwa Setya Novanto telah melanggar kode etik dan perlu dijatuhi sanksi sedang. Guntur Sasongko dari Demokrat menyatakan, dari aspek etika, Setya yang mengakui pertemuan empat mata dengan Maroef dengan tidak diikuti stafnya. Karena itu, Setya perlu dijatuhi sanksi sedang.
Risa Mariska dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan, berdasarkan fakta persidangan, Setya terbukti menggunakan jabatan untuk bertemu PT Freeport dan mengajak pengusaha terlibat aktif dalam negosiasi. Dia juga menggunakan jabatan untuk negosiasi yang bukan kewenangannya. Lalu, mencatut nama presiden, dan meminta saham, maka jelas melanggar kode etik. "MKD agar menjatuhkan sanksi sedang," katanya.
Dimyati Natakusuma dari Partai Persatuan Pembangunan menyatkan Setya Novanto diindikasikan melakukan pelanggaran kode etik yang bersifat berat. Wakil Partai Kebangkitan Bangsa di MKD, Maman Imanulhaq, juga menilai Setya Novanto melanggar kode etik.
NasDem menyatakan Setya Novanto bersalah namun dikenai sanksi sedang. “Saksi telah mengakui pertemuan, mengarah pada menjanjikan penyelesaian, memberikan saham kepada presiden dan wakil presiden, serta meminta saham proyek di Timika," kata Victor Laiskodat, yang menggantikan Akbar Faizal, di MKD.
M. Prakosa dari Fraksi PDIP minta Setya dijatuhi sanksi berat. "Setya Novanto terbukti melanggar kode etik berat, berdampak pada sanksi pemberhentian," M. Prakosa.
Demikian pula Sukiman dan A. Bakri dari PAN . PAN menilai Setya Novanto bersalah dan layak dijatuhi sanksi sedang. "Berdasarkan keterangan pengadu, teradu, keterangan saksi, kami berpendapat Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan mengadakan pertemuan dengan penguasaha di luar kewenangannya sebagai anggota DPR," kata Sukiman.