TEMPO.CO, Jatinangor - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Hardisoesilo mengatakan ada pihak yang meminta Ketua DPR Setya Novanto tidak dihukum atas kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. "Ada yang minta kasus Pak Novanto diselesaikan dengan baik dan yang bersangkutan tidak dihukum," ucapnya di Jatinangor, Jawa Barat, Sabtu, 21 November 2015.
Pengakuan itu terungkap saat Hardisoesilo mengikuti acara Jambore Sosialisasi Empat Pilar MPR di Bumi Perkemahan Jatinangor, Jawa Barat, yang berlangsung Jumat-Minggu, 20-22 November 2015. Namun Hardisoesilo enggan menyebutkan siapa pihak yang meminta MKD tak memberi hukuman kepada politikus Partai Golongan Karya itu. Dia menilai perlakuan pihak tersebut belum bisa dimasukkan ke dalam kategori teror, sehingga MKD masih menanggapi tuntutan itu dengan santai.
Menurut Hardisoesilo, tindakan itu bukan yang pertama kali dialaminya. Sebab, dalam beberapa kasus yang masuk ke MKD, hal itu sering terjadi. Misalnya kasus baju yang belum dibayar anggota DPR senilai Rp 5 juta. "Sebelum kami memanggil yang bersangkutan, sudah ribut," ujarnya.
Hardisoesilo menuturkan MKD tetap akan melanjutkan kasus itu. Hal itu, menurut dia, karena sudah ada bukti rekaman dan transkrip pembicaraan yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. "Saya sudah buka rekamannya. Namun transkripnya belum ada. Tentu MKD akan memutuskan," katanya.
Setelah bukti rekaman dan transkrip dianalisis dan ada dugaan pelanggaran kode etik, kasus itu dikaji di tingkat pimpinan MKD. Pimpinan MKD akan memutuskan kasus tersebut dilanjutkan di persidangan dan akan mengundang pelapor. "Kami akan membuat daftar saksi yang diputuskan anggota MKD," ucapnya. Dia berujar, 17 anggota MKD akan memutuskan apakah kasus Novanto termasuk kategori ringan, sedang, atau berat. Kasus diharapkan ini dapat diputuskan secara musyawarah.