Jokowi Punya 60 Hari Atasi Kebakaran Hutan, Jika Tidak ...
Editor
Untung Widyanto koran
Sabtu, 17 Oktober 2015 17:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah orang dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Warga Negara Menggugat untuk Indonesia Bebas Asap terus mengkampanyekan ke publik isi somasi mereka kepada Presiden Joko Widodo.
"Kami ingin memastikan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini secara ilmiah, transparan, kolaboratif dan komprehensif," ujar Jalal, salah satu aktivis kepada Tempo pada Sabtu, 17 Oktober 2015.
Mereka memberi waktu 60 hari kepada Presiden Jokowi dan kabinetnya untuk menghentikan secepatnya kebakaran hutan dan lahan. Serta melakukan sejumlah langkah sehingga kasus serupa tidak terulang kembali di tahun mendatang.
Sejak tiga bulan lalu hingga saat ini, hutan dan lahan yang terbakar di Sumatera seluas 590.000 hektar dimana 270.000 ha adalah lahan gambut. Ribuan hektar lahan dan hutan di Kalimantan juga terbakar hebat semenjak beberapa bulan lalu.
Kebakaran itu berdampak pada pencemaran udara dan menurut Kementerian Kesehatan telah membahayakan kesehatan masyarakat. Hal itu merujuk pada Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) untuk bulan Agustus – September 2015.
Menurut Ahmad Safrudin penduduk di berbagai lokasi yang terdampak telah menderita penyakit pernafasan. "Seperti ISPA, pneumonia, asma, penyempitan saluran pernafasan dan memperberat penderita sakit jantung, bahkan hingga kematian," kata Ahmad, perwakilan warga yang ikut menggugat.
Dr Elisa Ganda Togu Manurung menjelaskan empat akar permasalahan kebakaran hutan yang tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah selama ini. Pertama, buruknya pengelolaan hutan; kedua, praktik pembakaran hutan yang terus dibiarkan; ketiga, supremasi penegakan hukum yang lemah; dan. "Terakhir, pemerintah abai terhadap permasalahan ini,” ujar Togu, perwakilan warga lainnya.
Kelalaian pemerintah, khususnya Presiden, kata Jalal, sangat jelas terlihat. Dia merujuk pada program pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang diarahkan untuk membentuk sebuah sistem penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Termasuk audit kepatuhan di Provinsi Riau dan penegakan hukum dengan pendekatan multi door. Sayangnya, program ini tidak diteruskan Jokowi.
Pada akhir November 2014, Jokowi melakukan kunjungan lapangan ke Desa Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Saat itu Jokowi menginstruksikan pelaksanaan pembuatan sekat kanal untuk mencegah air gambut ke luar ke laut. Namun kenyataannya, ujar Jalal, ketika hal tersebut tak kunjung terwujud, Presiden dan jajarannya cenderung membiarkan.
“Kami sebagai concerned citizens berkewajiban untuk bertindak atas dasar kepedulian kami dan rasa solidaritas terhadap saudara/saudari kami yang terdampak asap di Kalimantan dan Sumatera," kata Dr Ari Moch Arif, warga yang ikut mengajukan gugatan.
Pada Jumat, 16 Oktober 2015, mereka mengirimkan surat notifikasi kepada Presiden Jokowi untuk mengingatkan bahwa ada tindakan-tindakan penting dan strategis yang perlu diambil. "Apabila dalam waktu 60 hari tidak ada tanggapan maka kami akan layangkan gugatan,” kata Ari.
Hak untuk melakukan gugatan warga negara telah diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 tahun 2009. Secara teknis diatur pula melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 36 tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
"Ini merupakan bentuk teguran dari warga negara atas tindakan lalai dari pemerintah terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terus berulang," kata Elisa Ganda Togu Manurung. Warga Negara Menggugat untuk Indonesia Bebas Asap meminta Presiden Jokowi melakukan tujuh kebijakan:
1. Segera memberikan instruksi secara jelas untuk melakukan blocking kanal (sekat kanal) di seluruh wilayah ekosistem gambut yang telah terdapat kanal dan membuat embung/kolam untuk cadangan air. Instruksi ini harus dibarengi dengan perintah melaksanakan kegiatan dengan berdasar pada prosedur yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah.
2. Segera memerintahkan jajaran instansi yang terkait untuk mengeluarkan larangan pembuatan kanal di atas lahan gambut di wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Serta, memerintahkan segera melaksanakan mandat dari Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
3. Segera memberikan instruksi kepada Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan bagi warga masyarakat yang terkena dampak asap dari kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera.
4. Segera memberikan instruksi untuk seluruh jajaran pemerintahan terkait untuk menindaklanjuti hasil dari audit kepatuhan yang telah dilakukan pada tahun 2014 di Provinsi Riau. Serta memperluas cakupan audit kepatuhan keseluruh wilayah Republik Indonesia.
5. Melakukan penyempurnaan dan pengesahan Posnas Kebakaran Hutan dan Lahan sebagai landasan utama tindakan penanganan kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada masa yang akan datang.
6. Menginstruksikan untuk mengeluarkan peta sebaran, lanskap dan topografi ekosistem gambut beserta pemanfaatannya di seluruh wilayah Indonesia yang menjadi dasar pengelolaan ekosistem gambut secara resmi melalui Keputusan Presiden.
7. Menginstruksikan untuk membuat rencana komprehensif dan detail restorasi dan konservasi ekosistem gambut, termasuk di dalamnya partisipasi penuh masyarakat dalam transformasi ke arah bentuk-bentuk pertanian yang meminimalkan risiko kebakaran hutan dan lahan di masa mendatang.
Azas Tigor Nainggolan, salah satu tim kuasa hukum, menjelaskan pemberitahuan terbuka (notifikasi) yang dikirimkan Warga Negara Menggugat untuk Indonesia Bebas Asap merupakan langkah awal.
Mereka berharap sebelum jangka waktu 60 hari, pemerintah sudah bisa mengambil seluruh tindakan yang diperlukan secara segera. "Karena, apa yang dilakukan ini merupakan sebagai sebuah bentuk kepedulian dan solidaritas dari warga negara," katanya.
UNTUNG WIDYANTO