Kecewa, AMA Tak Terbang ke Pegunungan Bintang, Papua 3 Bulan
Editor
Maria Rita Hasugian
Jumat, 9 Oktober 2015 16:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai penerbangan Associated Mission Aviation (AMA) memutuskan tidak melayani penerbangan dari dan ke Pegunungan Bintang, Papua, selama tiga bulan terhitung mulai 2 Oktober 2015.
"Kami tidak terbang ke Okhika, Pegunungan Bintang, selama tiga bulan terhitung sejak 2 Oktober sampai 2 Januari 2016. Ini sanksi buat semua masyarakat di sana," kata Direktur Manajer AMA Djarot Soetarto kepada Tempo, Jumat, 9 Oktober 2015.
(Baca:Jurnalis Prancis ke Papua, Mereka Diinterogasi Aparat)
Menurut Djarot, AMA tidak dapat menerima peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 2015 ketika seorang anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) memesan tiket pesawat AMA untuk berangkat ke Okhika. "Mereka mengaku untuk pelayanan gereja," kata Djarot.
Seorang perempuan asing ikut bersama rombongan KNPB di dalam pesawat. Perempuan itu diam selama perjalanan.
Sesampai di Okhika, Djarot mengutip penjelasan pilot yang membawa orang KNPB dan perempuan asing itu, warga sudah menunggu dengan berpakaian adat dan bendera KNPB.
Begitu perempuan asing itu keluar dari pesawat, baru diketahui kalau dia jurnalis asing. Jurnalis itu disambut tari-tarian oleh warga dan anggota KNPB.
Ketua I KNPB Agus Kossay menjelaskan acara penyambutan pemimpin pusat KNPB yang akan melantik pengurus KNPB wilayah Pegunungan Bintang bersama jurnalis Prancis, Marie Dhumieres, di Bandara Okhika difoto oleh seorang anggota KNPB.
"Foto-foto itu kemudian diunggah di YouTube dan blog KNPB," kata Agus Kossay kepada Tempo, Jumat, 9 Oktober 2015.
Foto jurnalis Marie Dhumieres yang disambut warga di depan pintu pesawat juga diunggah di Facebook milik West Papua National Committe (KNPB). Marie tersenyum menerima sambutan warga itu.
Latar belakang foto-foto itu adalah pesawat AMA. Menurut Djarot, foto-foto itu memberi kesan AMA terlibat dengan aktivitas KNPB, organisasi yang berjuang untuk memerdekakan Papua dan Papua Barat.
"Sehingga kita ditanyai pihak keamanan. Padahal kita tidak tahu menahu soal foto-foto itu," kata Djarot.
Pada hari Senin, 7 Oktober 2015, Djarot melanjutkan, AMA menulis surat ke kepala distrik Okhika. Di hari yang sama kantor AMA kedatangan tiga tamu, yang kemudian diketahui aparat dari Badan Intelijen Strategis (BAIS). "Mereka mengaku diperintah pusat untuk menanyakan keterlibatan AMA," ujar Djarot.
Menurut Djarot, pihak AMA kecewa karena merasa dibohongi oleh KNPB, sehingga maskapai nonkomersil milik lima keuskupan di Papua dan Papua Barat (Keuskupan Jayapura, Keuskupan Sorong, Keuskupan Agatz, Keuskupan Timika, dan Keuskupan Merauke) mengeluarkan sanksi kepada warga Pegunungan Bintang dengan tidak terbang ke daerah itu selama tiga bulan.
Djarot mengatakan kasus kebohongan seperti ini bukan yang pertama kali terjadi selama maskapai itu beroperasi di Papua. Namun untuk kasus kali ini AMA sudah tidak dapat menoleransinya.
Meski begitu, Djarot memastikan tidak bersikap kaku dalam menerapkan sanksi. Untuk hal-hal darurat seperti ada warga sakit atau bencana, AMA dipastikan memberikan pelayanannya.
AMA, yang merupakan penerbangan yang dimiliki missionaris Katolik di Papua dan Papua Barat, berkantor pusat di Sentani, Papua. AMA resmi beroperasi di Papua sejak 23 Maret 1959.
MARIA RITA