Ketua KPU Husni Kamil Malik, ikut serta dalam simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 7 April 2015. Simulasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana penerapan Pilkada sesuai UU Nomor 8 Tahun 2015 dapat terlaksana dengan baik. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan calon tunggal boleh menjadi peserta pemilihan kepala daerah. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebutkan, rakyat yang memiliki hak pilih bisa menyetujui atau tidak menyetujui calon tunggal dalam pilkada nanti.
"Surat suara didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat (pemilih) menyatakan pilihan 'Setuju' atau 'Tidak Setuju' yang dimaksud," kata ketua majelis hakim Arief Hidayat saat membacakan putusan.
Arif melanjutkan, apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak, calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah. Sebaliknya, apabila pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbanyak, pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya.
KPU mengatakan siap menjalankan putusan MK. Surat suara khusus calon tunggal akan didesain berbeda dengan daerah yang memiliki pasangan calon pesaing. "Nanti ada foto calon di atas, terus di bawahnya ada kolom setuju atau tidak setuju. Lalu tinggal dicoblos oleh pemilih," ujar komisioner KPU, Arief Budiman, saat ditemui di kantornya. "Cara penghitungan suaranya tetap sama."
Karena cara yang unik dan berbeda ini, KPU akan melakukan sosialisasi secara masif kepada pemilih di daerah dengan calon tunggal. "Ini baru pertama kali dalam sejarah kita pilkada dengan pilihan setuju atau tidak," tuturnya.