Jumlah TKI Ilegal ke Malaysia Tinggi, Ini Alasannya
Editor
Amandra Mustika Megarani
Rabu, 9 September 2015 05:00 WIB
TEMPO.CO, Blitar – Malaysia banyak menarik minat tenaga kerja asal Indonesia, meski bukan menjadi negara terfavorit sebagai tempat tujuan bekerja. Kesamaan bahasa dan kebiasaan menjadi alasan utama dipilihnya negara ini.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Blitar Yudi Priyono mengatakan Malaysia banyak menjadi negara tujuan para pencari kerja di Blitar baik secara legal maupun ilegal. Sayang jumlah buruh migran yang menempuh jalur illegal ini diperkirakan lebih banyak karena alasan tertentu.
“Kesamaan bahasa menjadi alasan utama mereka ke Malaysia,” kata Yudi kepada Tempo usai mengunjungi keluarga Suyanti, 37 tahun, TKW yang menjadi korban tenggelamnya kapal laut dari Malaysia, Selasa 8 September 2015.
Kesamaan bahasa Malaysia dan Indonesia ini menjadi daya tarik tersendiri bagi TKI asal Indonesia untuk bekerja di sana. Ini terkait dengan lebih mudahnya upaya bagi calon TKI untuk tidak repot belajar bahasa asing seperti negara lain seperti Taiwan, Singapura, atau Jepang ke Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
Menurut Yudi, kendala bahasa menjadi momok utama bagi calon tenaga kerja. Bahkan untuk mempelajari bahasa asing di negara tujuan ini para calon TKI bisa belajar selama berbulan-bulan pada PJTKI. “Karena Malaysia serumpun dan bahasanya hampir sama, banyak TKI yang berangkat kesana tanpa melalui PJTKI alias illegal,” kata Yudi.
<!--more-->
Mereka rata-rata berangkat atas ajakan tetangga, teman, atau kerabat yang lebih dulu berangkat ke Malaysia secara gelap. Melihat keberhasilan itu, para calon TKI tergerak menempuh jalur serupa yang lebih ringkas dan tak berbelit-belit. Hal ini didukung dengan banyaknya kawasan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Malaysia hingga memudahkan praktik penyelundupan manusia.
Yudi sendiri sudah berupaya memberikan pemahaman kepada warga Blitar yang menjadi salah satu kantung buruh migran di Jawa Timur tentang risiko menempuh jalur ilegal. Salah satunya dengan tidak terjangkaunya upaya pemerintah dalam melindungi hak pekerja mereka. Diperkirakan jumlah tenaga kerja ilegal dengan tujuan Malaysia ini cukup banyak, meski negara itu menempati urutan keempat sebagai negara tujuan setelah Taiwan, Korea, dan Singapura.
Sementara itu korban Suyanti yang tiba di rumah duka di Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar sudah dimakamkan pada Selasa 8 September 2015. Korban meninggalkan dau anak yang masih berusia 13 tahun dan 9 tahun. Korban diketahui berangkat ke Malaysia sejak enam tahun lalu secara illegal dan belum pernah pulang sama sekali. “Dia pingin pulang melihat anak-anaknya,”kata Sumaji, 70 tahun, ayah korban.
Hingga kini pihak keluarga juga belum mengetahui ihwal hak dan gaji korban di tempatnya bekerja. Mereka berharap pemerintah membantu melacak soal ini ke Malaysia meski korban tak menggunakan jalur resmi melalui Disnaker Blitar.
HARI TRI WASONO