FEATURE: Megawati, Korupsi, dan Hukuman Mati bagi Koruptor

Reporter

Editor

Anton Septian

Jumat, 21 Agustus 2015 08:55 WIB

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - LAMA tidak berkomentar di depan publik, Megawati Soekarnoputri tiga hari lalu melontarkan pernyataan yang cukup menghebohkan. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya dibubarkan.

Menurut Megawati, keberadaan komisi antirasuah ini perlu ditinjau ulang dengan syarat. "Seharusnya kita memberhentikan korupsi, sehingga komisi yang sebetulnya sifatnya ad hoc ini harus dibubarkan," kata dia di sela Seminar Nasional Kebangsaan, di Kompleks Parlemen, Senayan.

Pernyataan Megawati ini ada benarnya. KPK dibentuk pada 2002 karena Kepolisian dan Kejaksaan dianggap “memble” dalam memberantas rasuah. Ketika itu Megawati menjabat presiden. Dengan dasar itu, keberadaan komisi antikorupsi tentu sudah tak lagi diperlukan bila benar korupsi telah lenyap dari bumi Nusantara.

Namun, sayangnya, fakta berkata lain. Hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan korupsi masih banyak bercokol di Tanah Air. Sepanjang semester pertama tahun ini saja terdapat 193 kasus dengan 230 terdakwa korupsi yang telah diputus pengadilan. Dari jumlah itu, ICW menemukan hanya 190 terdakwa yang divonis bersalah.

Tidak hanya jumlah kasusnya yang bejibun. Vonis hakim terhadap pelaku korupsi juga dinilai masih "ramah". ICW mencatat mayoritas dari kasus yang diputus, yakni menjerat 163 terdakwa, divonis penjara 1-4 tahun. Bahkan rata-rata putusan pidana penjara untuk kasus korupsi hanya 2 tahun 1 bulan.

"Vonis yang dijatuhkan belum memberikan efek jera karena mayoritas dihukum sangat ringan," kata Aradila Caesar, peneliti dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, kemarin. Ia berpendapat pengadilan seharusnya lebih "kejam" dalam menjatuhkan vonis terhadap koruptor.

Megawati dan ICW bukan satu-satunya yang geram atas ulah koruptor. Masyarakat juga geregetan melihat aksi koruptor mencuri duit rakyat. Dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, misalnya, bahkan mendukung hukuman mati bagi koruptor.

Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Arwani Faisal, mengatakan fatwa hukuman mati bagi koruptor telah dikeluarkan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Cirebon, Jawa Barat, pada 2012. Fatwa itu diperkuat dalam Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, awal bulan ini. "Hukuman mati bagi koruptor dinyatakan tidak melanggar hak asasi manusia," kata dia.

Menurut Rais Aam PBNU Ma'ruf Amien, ada jenis tindak pidana yang tidak bisa dihentikan kecuali dengan hukuman mati, misalnya penyalahgunaan narkotik dan korupsi. "Karena dengan hukuman lain tidak jera," ujarnya. Apalagi, kata Ma'ruf, "Efek buruk dari perbuatan itu besar sekali terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat."

Selanjutnya >> Sikap Muhammadiyah...

Berita terkait

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

4 jam lalu

KPK Terima Konfirmasi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Bakal Hadiri Pemeriksaan Hari Ini

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sudah 2 kali mangkir dalam pemeriksaan KPK sebelumnya dan tengah mengajukan praperadilan.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

8 jam lalu

Kasus Suap Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru

KPK menangkap Abdul Gani Kasuba beserta 17 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Malut dan Jakarta Selatan pada 18 Desember 2023.

Baca Selengkapnya

Babak Baru Konflik KPK

13 jam lalu

Babak Baru Konflik KPK

Dewan Pengawas KPK menduga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melanggar etik karena membantu mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

13 jam lalu

KPK Panggil Plh Kadishub Asep Koswara sebagai Saksi Kasus Suap Bandung Smart City

KPK telah menetapkan bekas Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan bekas Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka kasus suap proyek Bandung Smart City.

Baca Selengkapnya

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

14 jam lalu

Mantan Pimpinan KPK Menilai Nurul Ghufron Layak Diberhentikan, Dianggap Insubordinasi Melawan Dewas KPK

Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menganggap Nurul Ghufron tak penuhi syarat lagi sebagai pimpinan KPK. Insubordinasi melawan Dewas KPK.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

15 jam lalu

Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor di PN Jaksel Ditunda, KPK Tak Hadiri Sidang

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mengajukan praperadilan ke PN Jakarta selatan. Dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK.

Baca Selengkapnya

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

18 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

23 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

1 hari lalu

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

Warga Panama pada Minggu, 5 Mei 2024, berbondong-bondong memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum untuk memilih presiden

Baca Selengkapnya

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

2 hari lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya