Jokowi Minta Badan Pengelola Keuangan Haji Tak Dipegang Politikus
Editor
Widiarsi Agustina
Jumat, 5 Juni 2015 21:03 WIB
TEMPO.CO, Bogor - Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin segera membentuk badan pengelolaan keuangan haji (BPKH). Instruksi itu diberikan atas amanat Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Bahwa Oktober tahun ini selambat-lambatnya sudah harus terbentuk BPKH," kata Lukman di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 5 Juni 2015. "Presiden Jokowi mengarahkan, memang badan ini harus segera dibentuk karena terdapat akumulasi dana yang luar biasa besarnya."
Menurut Lukman, BPKH terdiri atas dua lembaga. Pertama, badan pengelolaan yang diisi lima anggota. Kedua, dewan pengawas yang beranggotakan tujuh orang. Presiden, kata dia, berkeinginan seluruh anggota badan tersebut berasal dari kalangan profesional.
"Presiden Jokowi mewanti-wanti betul. Yang mengisi badan ini harus orang profesional, tak boleh orang politik," ujarnya. "Sebab badan ini harus transparan dan akuntabel dalam mengelola dana yang sangat besar."
Lukman mengatakan jumlah dana yang dikelola dari penyelenggaraan ibadah haji cukup banyak. Dana abadi umat saja, kata dia, mencapai Rp 2,6 triliun. "Belum lagi dana dari setoran awal jemaah. Jadi kalau misalnya setiap orang itu setoran awalnya Rp 25 juta, sementara yang antre bisa sampai belasan tahun jumlahnya, bisa sampai puluhan ribu itu kan akumulasinya, besar sekali."
Jokowi, kata Lukman, juga berkeinginan nantinya dana haji itu bisa diinvestasikan, terutama pada pembangunan infrastruktur. "Seperti pembangunan tol dan pelabuhan," ujarnya. "Selama itu bisa menguntungkan."
Lukman berjanji pada awal Agustus nanti rancangan peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan keputusan presiden tentang pembentukan BPKH bisa segera diterbitkan. Tujuannya, Presiden bisa langsung membentuk tim panitia seleksi untuk mencari anggota BPKH.
"Jadi badan ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Nah, anggota dewan pengawas terdiri atas tujuh orang, yaitu lima dari unsur masyarakat dan dua dari unsur pemerintah. Khusus lima orang dari unsur masyarakat, sebelum disahkan Presiden, harus ikut fit and proper test di Komisi VIII DPR."
REZA ADITYA