Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, dan jajaran petinggi TNI, memberikan selamat kepada prajurit TNI Satgas Batalyon Komposit TNI Kontingen Garuda XXXV-A/United Nations Mission In Darfur (Unamid) yang akan dikirim ke daerah konflik, Darfur, Sudan, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta 18 Februari 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko heran atas banyaknya kritik terhadap tes keperawanan perempuan calon prajurit yang dilakukan instansinya dalam proses rekrutmen.
Menurut dia, tes keperawanan itu justru bertujuan menguji moral perempuan calon prajurit. "Oh iya, itu kan salah satu syaratnya. Terus, apa masalahnya?" kata Moeldoko di Istana Negara, Jumat, 15 Mei 2015. "Kalau itu untuk kebaikan, kenapa harus dikritik?"
Menurut dia, dalam rekrutmen calon prajurit ada tiga syarat utama. Pertama moralitas, kedua prestasi akademis, dan yang terakhir kemampuan fisik. "Mulai dari awal harus kami lihat, morality bagus enggak, fisik bagus nggak, akademisnya bagus nggak. Tes keperawanan merupakan bagian dari salah satu syarat itu."
Moeldoko mengatakan tidak akan menghapus tes keperawanan sebagai syarat menjadi prajurit. "Itu merupakan bagian dari morality, tidak ada upaya lain," ujarnya.
Lembaga pemerhati hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) sebelumnya mendesak agar tes keperawanan untuk perempuan calon prajurit dan calon istri anggota TNI dihapus.
HRW mewawancara sebelas perempuan yang mengikuti tes tersebut dan mengatakan uji keperawanan tersebut membuat mereka sakit, malu, dan mengalami trauma. HRW menyatakan tes keperawanan atau tes dua jari diskriminatif dan tak berhubungan dengan keamanan nasional.
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
15 hari lalu
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.