Hari Buruh, Gedung Grahadi Surabaya Jadi Pusat Unjuk Rasa
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Selasa, 28 April 2015 15:56 WIB
TEMPO.CO, Surabaya-Sekitar 50 ribu buruh diperkirakan bakal memadati ruas jalan di depan Gedung Negara Grahadi Jalan Gubernur Suryo Surabaya saat peringatan Hari Buruh Sedunia pada Jumat, 1 Mei 2015. “Buruh akan berbondong-bondong sejak pagi dari delapan kota dan kabupaten di Jawa Timur,” kata koordinator buruh, Jazulli, di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Selasa, 28 April 2015.
Menurut dia, isu yang dibawa pada May Day tahun ini adalah menuntut pembubaran Pengadilan Hubungan Industrial dan diganti dengan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Buruh menilai Pengadilan Hubungan Industrial adalah agenda neo-liberal dan cenderung melanggar hak asasi manusia.
“Isu ini kami ambil atas kesepakatan berbagai pihak dari 70 persen gabungan aliansi buruh dan elemen massa lain,” kata pria yang juga menjabat sebagai Koordinator Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia wilayah Jawa Timur itu.
Berbagai elemen masyarakat dan buruh ini, kata dia, akan bergabung dalam wadah Persatuan Pekerja Buruh Jawa Timur Menggugat (Sapu Jagat). Rencananya ribuan massa tersebut akan bergerak dari berbagai daerah sejak pagi menggunakan ratusan bus dan ribuan motor.
Aktivis buruh, Jamaluddin, menambahkan bahwa buruh yang akan berunjuk rasa di Gedung Grahadi selain dari Surabaya juga datang dari Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Probolinggo, dan Malang. Sebelum menuju Grahadi, massa lebih dulu melaksanakan salat Jumat bersama Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya.
“Baru sore harinya kita menduduki Gedung Negara Grahadi. Kami tidak mau tempat lain, meski pemerintah menawarkan agar massa berdemo di Tugu Pahlawan,” ujar Jazuli.
Di tempat yang sama pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang Perdana, menyatakan, isu yang diangkat para buruh cukup krusial. Penyebabnya, sistem hukum yang diberlakukan sekarang membuat posisi buruh lemah di hadapan pengusaha.
“Berdasarkan riset dan kajian akademis, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 patut dievaluasi secara menyeluruh dan mutlak harus dibongkar. Ini karena Pengadilan Hubungan Industrial menimbulkan rezim perdata yang terkontaminasi mafia peradilan,” kata Herlambang.
AVIT HIDAYAT