TEMPO Interaktif, Lhokseumawe: Lelaki tua itu termasuk salah satu dari sedikit saksi sejarah yang tersisa. Namanya Usman, kini berusia 84 tahun. Namun semangatnya ketika mengingat perjuangan di Aceh masih terpancar dari wajah keriputnya.Serdadu pada era perjuangan Daud Beureueh itu, saat ditemui Tempo, Sabtu (13/8), sedang membersihkan rerumputan di kandang lembunya, Desa Leubu, Kecamatan Makmur, Bireuen. "Dulu kami melakukan gerilya juga, dan bagi masyarakat saat itu diwajibkan surat badan (KTP sekarang) oleh tentara," kata dia.Saat itu pria tua ini tergabung dalam group personil DI TII yang ingin memperjuangkan berdirinya negara Islam di Indonesia. Dia mengatakan, tentara membakar semua rumah yang berkaitan dengan pejuang DI/TII.Karena kekecewaan terhadap sikap pemerintah, pada 4 Desember 1976, Hasan Tiro memproklamirkan Aceh Merdeka. Hal itu, menurut Usman, karena pemerintah beberapa kali berbohong."Soekarnoe saat itu nangis minta kepada Abu, Abu Beureueh, Hati abu luluh, kemudian perang lagi pada 1953, gabung dengan perjuangan Kahar Muzakkar di Sulawesi," ia mengenang.Kini, mendengar dari radio dan omongan orang-orang yang dikenalnya tentang perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dan GAM, Usman yang sudah renta itu berharap: "Semoga ini perang terakhir." IMRAN MA