Ahli Waris Korban Westerling Masih Tunggu Ganti Rugi

Reporter

Sabtu, 14 Maret 2015 06:20 WIB

Raymond Westerling.

TEMPO.CO, Makasar - Anggota Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Mohammad Anis Kaba, mengatakan ahli waris dari keluarga korban kekejaman Westerling di Sulawesi Selatan sampai saat ini masih menanti pembayaran ganti rugi. Mereka khawatir pemerintah Belanda tidak melaksanakan keputusan pengadilan terkait dengan tuntutan ahli waris.

"Bisa saja pemerintah Belanda mengajukan banding atas keputusan pengadilan," kata Anis kepada Tempo, Jumat, 13 Maret 2015.

Ahli waris korban Westerling, tutur Anis, tidak setuju jika hanya 23 ahli waris yang boleh mendapatkan pembayaran ganti rugi. Sebab, korbannya di Sulawesi Selatan tercatat 1.429 orang. Mereka terdiri atas veteran dan warga sipil. "Kalau korban sipil sekitar 600 orang. Ini baru di Sulawesi Selatan, belum di daerah Jawa dan Sumatera," ujarnya.

Walaupun sebagian besar masih menuntut pembayaran ganti rugi, Anis menambahkan, ada juga ahli waris yang menolak ganti rugi itu. Bagi mereka, pemberian ganti rugi dianggap sebagai penghinaan terhadap bangsa Indonesia. "KUKB hanya memfasilitasi ahli waris yang mau menuntut ganti rugi," ucapnya.

Berita putusan pengadilan Belanda yang memenangkan tuntutan KUKB sudah diterima, tetapi ahli waris di Sulawesi Selatan belum mengambil sikap apa pun. "Para ahli waris hanya menunggu," kata Anis.

Mekanisme pemberian ganti rugi itu juga tidaklah sederhana. Anis menuturkan, untuk mendapatkan ganti rugi, pemerintah Belanda akan memeriksa sendiri kebenaran informasi yang diberikan KUKB. Sebab, setelah putusan pengadilan Belanda yang memenangkan KUKB tersebar, banyak oknum tidak bertanggung jawab ingin mengambil untung dengan memberikan data palsu. "Jika data dan informasi ahli waris benar, ganti rugi akan dikirim langsung ke rekening ahli waris," dia menjelaskan.

Tokoh dari Sulawesi Selatan, budayawan Anhar Gonggong dan almarhum Gubernur Sulawesi Selatan Andi Oddang Makka, termasuk orang yang menentang pemberian ganti rugi itu. Anhar, yang merupakan anak dari korban kekejaman Westerling, menilai pemberian itu adalah bentuk penghinaan. "Kami bukan bangsa pengemis," ujar Anhar kepada Tempo.

Menurut Anhar, pemberian ganti rugi tersebut tidak akan mengembalikan kehormatan bangsa Indonesia dan juga keluargannya yang telah meninggal. Ganti rugi itu hanya untuk memulihkan kehormatan pemerintah Belanda, bukan pemerintah Indonesia. "Makanya saya tidak akan pernah memaafkan," ucapnya.

Anhar melihat pemerintah Belanda sampai sekarang tidak mengakui kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Bagi mereka, hari kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1949 (berdasarkan keputusan Konferensi Meja Bundar, pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia). Dengan demikian, perbuatan melanggar hak asasi manusia dalam kurun waktu 1945-1949 dianggap tindakan Belanda di wilayah penjajahannya, bukan di Indonesia. "Makanya kami juga minta Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia," ia menjelaskan.

"Bahkan saya sangat marah ketika mendengar sudah ada ahli waris yang mendapat ganti rugi, karena jelas ini penghinaan. Kita ini negara yang kaya, Belanda yang datang mengeruk kekayaan Indonesia," ujar Anhar. Walapun begitu, Anhar tidak melarang ahli waris yang ingin menerima ganti rugi.

MUHAMMAD YUNUS

Berita terkait

Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

7 Januari 2023

Kilas Balik Janji Presiden Jokowi Cari Wiji Thukul

Sampai Sipon meninggal dunia, Wiji Thukul masih berstatus orang hilang. Padahal, Presiden Jokowi pernah berjanji mencari Wiji Thukul.

Baca Selengkapnya

Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

5 Juni 2018

Jaksa Agung Sebut Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu PR Bersama

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu bukan hanya pekerjaan rumah Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

10 Januari 2018

Prasetyo Sarankan Kasus HAM Masa Lalu Diselesaikan Non Yudisial

Jaksa Agung HM Prasetyo mencontohkan kasus pelanggaran HAM di masa lalu pada 1965-1966, sulit untuk ditemukan pelaku dan mengumpulkan buktinya.

Baca Selengkapnya

Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

29 Maret 2017

Penyebab Ombudsman Ingin Temui Langsung Menkopolhukam Wiranto

Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu mengatakan pihaknya perlu mendengar penjelasan Menkopolhukam Wiranto soal terobosan solusi kasus HAM berat dulu.

Baca Selengkapnya

Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

13 Maret 2017

Massa Mengaku Korban Peristiwa 27 Juli 1996 Tagih Janji PDIP  

Menurut koordinator aksi, PDIP sudah tutup mata dan hati terhadap korban peristiwa Kudatuli.

Baca Selengkapnya

Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

13 Februari 2017

Kontras Menentang Dewan Kerukunan Nasional, Ini Sebabnya

Menurut Kontras, pembentukan Dewan Kerukunan Nasional cacat
hukum.

Baca Selengkapnya

Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

3 Februari 2017

Kritik DPR atas Penyelesaian Kasus HAM Lewat Rekonsiliasi  

Menurut Trimedya, penyelesaian secara hukum penting untuk menunjukkan pemerintah serius dalam penyelesaian HAM masa lalu.

Baca Selengkapnya

Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

3 Februari 2017

Penyelesaian HAM, DPR Sarankan KontraS Lapor ke Kejagung

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan menyarankan agar KontraS juga melaporkan Menteri Wiranto dan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

2 Februari 2017

Ini Alasan Kontras Laporkan Wiranto ke Ombudsman  

Kontras melaporkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dengan dugaan melakukan maladministrasi.

Baca Selengkapnya

Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

2 Februari 2017

Dilaporkan KontraS ke Ombudsman, Wiranto: Silakan

Koordinator KontraS Haris Azhar menyimpulkan adanya maladministrasi dari hasil rapat Wiranto dan Komnas HAM.

Baca Selengkapnya