TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, mengatakan lembaganya kini sedang mengkaji kembali kasus pembunuhan “dukun santet” pada 1998 di Jawa Timur. Menurut dia, ada unsur pelanggaran HAM dalam kasus tersebut lantaran korbannya cukup banyak. Saat itu pembunuh menyaru sebagai ninja yang bisa menghilang dalam sekejap.
"Kami masih mencari adanya upaya sistematis dari pembunuhan ini," kata Nurkhoiron saat dihubungi pada Kamis, 12 Februari 2015, saar berada di Banyuwangi untuk menelusuri kejadian hampir 17 tahun lalu itu.
Menurut data Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Banyuwangi yang ditemukan Nurkhoiron, ada 119 korban jiwa di kabupaten itu. Kejadiannya saat rezim Orde Baru dan masa transisi reformasi. Jumlah itu belum termasuk korban yang ada di Jember, Malang, dan daerah tapal kuda lain.
Menurut kesaksian kerabat korban, tutur dia, mereka yang dibunuh tak pernah terlibat perdukunan. Yang dibunuh ninja hanyalah guru ngaji biasa dan petani. "Dan kebanyakan mereka ini warga NU," ujarnya.
Data yang dihimpun Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kata Nurkhoiron, menunjukkan pembunuh merupakan orang terlatih. Ninja tersebut bisa berlari sangat cepat, menyamar, dan menghilang saat ditangkap. Polisi, tutur dia, juga tak berani menangkap para ninja. "Tidak mungkin kalau ini bukan dari kelompok terlatih," ucapnya.