Ketua DPR RI, Setya Novanto (ketiga kanan) melantik Pengganti Antar Waktu (PAW) Ferry Kase (kedua kiri) didampingi pimpinan DPR RI pada Rapat Paripurna Perdana Masa Sidang II 2014-2015 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 12 Januari 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Rambe Kamaruzzaman mengatakan mayoritas fraksi mendukung penerapan sistem paket dalam pemilihan kepala daerah. Meski demikian, DPR masih merumuskan mekanisme yang memungkinkan kepala daerah dan wakilnya bisa bekerja tanpa gesekan.
"Kami berpandangan sistem paket lebih ideal. Tapi harus dicari payung hukumnya agar pasangan kepala daerah bisa bekerja sama," ujarnya, Jumat, 30 Januari 2015. (Baca: Golkar, Gerindra Usul Uji Publik Pilkada Dihapus)
Rambe menjelaskan semua fraksi mengakui hubungan di antara kepala derah dan wakilnya acap kali menimbulkan konflik. Potensi gesekan itu akan diantisipasi lewat pasal yang mengatur pembagian tugas dan kewenangan.
"Harus diatur payung hukumnya dalam undang-undang ini agar mereka bisa berbagi tugas. Mau satu atau dua pasangan, itu semua harus diatur. Kesepakatan itu dalam forum rapat sudah mulai mengerucut," katanya. (Baca: SDA: Calon Kepala Daerah dari PPP Lewat Saya Dulu)
Semua fraksi juga cenderung menyepakati opsi pilkada dalam satu putaran. Sebab, proses pilkada umumnya bisa selesai hanya dengan satu putaran. "Perdebatannya hanya soal ambang batas. Ada yang mengharuskan kemenangan di atas 30 persen, ada juga yang mendukung kemenangan tanpa ambang batas," katanya.
Masalah lain yang relatif tidak memunculkan masalah adalah penerapan ambang batas pencalonan. Hampir semua fraksi mendukung aturan 20 persen kursi atau 25 persen suara partai agar bisa mengajukan pasangan calon kepala daerah. Hampir semua fraksi juga mendukung penerapan uji publik.
Namun mekanisme itu perlu disingkat agar tidak memakan waktu lebih lama. "Prinsipnya, harus ada transparansi dan track record yang benar, hanya waktunya yang dipersingkat," ujarnya.