SBY memberikan ucapan selamat kepada Jokowi usai pelantikan Presiden di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin 20 Oktober 2014. Oscar Siagian/Getty Images
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim 9, Imam Prasodjo, menceritakan kronologi pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo saat diminta bertukar pikiran tentang pertikaian Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Polri. Imam menilai ada perbedaan cara berkomunikasi antara Presiden Joko Widodo dan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: Geger KPK Vs Polri, Ada 5 Saran Tim 9 untuk Jokowi)
"Pola komunikasi semasa Presiden SBY lebih formal, agak kaku, dan searah," kata Imam dalam pernyataannya, Kamis, 29 Januari 2015. Sikap itu berbanding terbalik dengan gaya diskusi Jokowi. Imam menilai cara berkomunikasi mantan Gubernur Jakarta itu lebih apa adanya. "Seperti ngobrol biasa, arus komunikasi timbal balik." (Baca: Eggi Sudjana Rekomendasi Tim 9 Cederai Hukum)
Menurut Imam, dalam diskusi itu Jokowi hanya didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Awalnya, dengan sedikit menarik napas panjang, Jokowi menjelaskan duduk soal yang menjadi bahan pemikirannya. Ia menceritakan dilema yang ia hadapi dalam kaitan dengan calon Kepala Polri Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. (Baca: Budi Bukan Pilihan Jokowi Tim 9 Ini Rahasia Umum)
Jokowi pun menjelaskan masalah yang tengah dihadapi KPK. Imam menyatakan yakin bahwa dalam mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi, Presiden berkomitmen mengacu pada koridor hukum. "Namun, pada saat yang sama, ia juga tak dapat mengabaikan realitas politik yang ia harus dihadapi, baik dari kalangan internal partai pendukung maupun partai di parlemen pada umumnya." (Baca: 6 Manuver Surya Paloh Saat Kisruh Budi Gunawan)
Diskusi yang berjalan sekitar satu jam itu, kata Imam, berjalan hangat dan intensif. "Masing-masing dari kami mencoba sumbang saran," katanya. Dua hari setelah pertemuan tersebut, Imam dan delapan anggota tim lain memberikan lima masukan resmi kepada Presiden Jokowi. (Baca: Sindir Jokowi, NasDem: Kalau Bisa Diintervensi, Jangan Jadi Presiden)