Presiden Jokowi bersiap mengumumkan turunnya harga BBM di halaman Istana, Jakarta, 16 Januari 2015. Premium menjadi Rp. 6.600/liter, Solar menjadi Rp. 6.400/liter, elpiji 12 Kg menjadi Rp 129.000 dan harga semen turun sebesar Rp.3000 per sak. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyampaikanketerangan pers di Istana Negara, Ahad, 25 Januari 2015. Dalam kesempatan tersebut, Jokowi meminta tidak ada aksi kriminalisasi lagi terhadap penegak hukum. "Saya akan mengawasi proses ini, agar jangan sampai ada kriminalisasi lagi," katanya.
Jokowi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI bahu-membahu dan saling membantu dalam menegakkan hukum. Kedua institusi ini, kata dia, harus membuktikan bahwa mereka sudah bertindak benar dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. "Semua harus terang dan transparan dalam prosesnya." (Baca: Tak Tegas, Jokowi Dianggap Cuma Tukang Stempel)
Jokowi mengatakan dirinya mendapat masukan dari sejumlah tokoh untuk menghadapi kisruh KPK dan Polri. Tokoh-tokoh tersebut adalah Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie, mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Oegroseno, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana, dan mantan Ketua KPK Erri Riyana.
Pernyataan ini diutarakan Jokowi untuk menanggapi kisruh antara polisi dan KPK. Pada Jumat, 23 Januari 2015, Jokowi menyatakan KPK dan Polri tidak boleh bergesekan dalam menjalankan tugas. Pernyataan itu menanggapi penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal Polri.
Menanggapi sikap Jokowi, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, pernyataan tersebut menunjukkan kualitas Jokowi dalam menyelesaikan masalah. "Massa sudah bergerak, statement-nya kok cuma itu? Dia tidak paham apa tidak berani?" kata Haris. (Baca: Jagoan Hukum ke Istana, Jokowi Bikin Tim Khusus?)
Lebih jauh Haris menjelaskan, saat ini Jokowi ditekan oleh para petinggi partai yang mendukungnya dan rakyat. Dampaknya, Jokowi tidak bisa membendung atau mengambil sikap tegas ihwal kasus calon Kepala Polri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, serta upaya pelemahan KPK.
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
15 jam lalu
Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran
Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.