Presiden Joko Widodo (dua kiri depan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (tiga kanan depan), Ketua KPK Abraham Samad (kiri depan), Wakapolri Komjen Pol. Badrodin Haiti (kanan), Jaksa Agung H.M. Prasetyo (dua kanan), Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno (tiga kiri belakang), Mensesneg Pratikno (tiga kanan belakang), Seskab Andi Widjajanto (kiri belakang) dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan (dua kiri belakang) beri keterangan pers terkait kasus hukum Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Istana Bogor, Jabar, 23 Januari 2014. Jokowi meminta Polri dan KPK untuk memastikan proses hukum yang ada harus obyektif dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo dinilai tak tegas dalam menyikapi penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, pada Jumat, 23 Januari 2015. Banyak kalangan menganggap Jokowi terkesan membiarkan kriminalisasi terhadap anggota pimpinan KPK itu oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri.
Di Istana Bogor, Jawa Barat, Presiden Jokowi hanya meminta agar proses hukum penangkapan Bambang dilakukan secara obyektif. “Saya sebagai kepala negara juga meminta tak terjadi gesekan antara Polri dan KPK dalam menjalankan tugas masing-masing,” kata Jokowi. (Baca: Soal Bambang, Oegroseno: Kabareskrim Patut Ditabok)
Dalam penjelasan itu, Jokowi tidak memberikan pembelaan kepada KPK, yang terancam lumpuh akibat unsur pimpinannya tak komplet. Selain Bambang yang ditangkap polisi, anggota pimpinan KPK berkurang satu karena Busyro Muqoddas, yang habis jabatannya, belum ada penggantinya. Dua calon masih tertahan di Dewan Perwakilan Rakyat. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap, Denny: Ini Berbahaya)
“Kalau begini, rasanya SBY lebih baik ketimbang Jokowi,” ujar Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar. Menurut dia, Jokowi kalah tegas ketimbang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menangani kasus kriminalisasi terhadap anggota pimpinan KPK, Bibid Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, oleh Polri, yang dikenal dengan sebutan “cicak vs buaya”. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi)
Para pendukung gerakan antikorupsi kemarin memenuhi halaman KPK untuk menyampaikan dukungan terhadap lembaga itu. Bambang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kesaksian bohong sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat. Bambang dituduh menyuruh seorang saksi memberikan keterangan palsu saat sidang di Mahkamah Konstitusi pada 2010. (Baca: Bambang KPK Ditangkap, Ahok dan Jokowi Satu Suara)
Penangkapan Bambang diyakini terkait erat dengan langkah KPK yang menetapkan status tersangka pada Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam perkara suap dan gratifikasi. “Ini (penangkapan Bambang Widjojanto) sebagai bentuk balas dendam Polri,” kata Zainal. (Baca: Pelapor Kasus Bambang Widjojanto dari PDIP, Siapa Dia?)
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, yang juga hadir dalam aksi di KPK, menilai Jokowi tak menepati janjinya untuk memperkuat KPK. Adapun Deputi Pencegahan KPK Johan Budi Sapto Prabowo menuntut Jokowi tegas soal penangkapan Bambang. “Jika tidak tegas, sejarah akan mencatat Presiden Jokowi pro-pemberantasan korupsi atau sebaliknya.” (Baca juga: Bambang KPK Ditangkap, 60 Pengacara Pasang Badan)
MUHAMAD RIZKI | LINDA TRIANITA | MUHAMMAD MUHYIDDIN