Presiden Brazil, Dilma Rousseff. REUTERS/Francois Lenoir
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Brasil Dilma Rousseff marah dan kecewa terhadap eksekusi mati yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada Ahad dinihari tadi, 18 Januari 2015.
Di luar dugaan Rousseff, permohonan atas dasar kemanusiaan terhadap warganya, Marco Archer Cardoso Moreira, 53 tahun, untuk tidak ditembak mati telah ditolak Presiden Joko Widodo. (Baca: Dunia Desak RI Batalkan Hukuman Mati)
"Eksekusi tersebut telah mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Duta Besar Brasil di Jakarta sudah dipanggil pulang untuk konsultasi," kata Dilma seperti dikutip dari BBC, Sabtu, 17 Januari 2015.
Menurut Roussef, Marco adalah warga Brasil pertama yang dieksekusi di luar negeri. Dia juga telah memperingatkan sebelumnya bahwa hukuman mati itu akan merusak hubungan diplomatis kedua negara. (Baca: Terpidana Mati Narkoba Dieksekusi Pukul 00.30)
Rousseff sudah mengajukan grasi pada Jumat, tapi Jokowi menolaknya. Ia mengatakan menghormati sistem peradilan dan hukum di Indonesia. Namun, sebagai seorang ibu dan kepala negara, Roussef meminta eksekusi tak dilakukan dengan alasan kemanusiaan.
Marco ditangkap pada tahun 2003 setelah polisi di bandara Jakarta menemukan 13,4 kilogram kokain. Dalam sebuah video rekaman temannya, Marco mengaku menyesal telah menyelundupkan narkoba ke Indonesia. "Tapi saya layak diberi kesempatan. Setiap orang pernah melakukan kesalahan," katanya. (Baca: Rani Puasa 40 Hari Demi Tak Dieksekusi Mati)
Jokowi mengatakan dirinya tak akan menunjukkan belas kasihan kepada penjahat narkoba. "Karena mereka telah merusak begitu banyak kehidupan," kata Jokowi. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berharap eksekusi semalam bisa membuat kapok pengedar narkoba. "Mudah-mudahan ini akan memiliki efek jera," katanya.