Usman Hamid : Kaji Ulang Rekomendasi Pansus DPR Tepat

Reporter

Editor

Jumat, 1 Juli 2005 21:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Keputusan Komisi III DPR untuk mengkaji ulang rekomendasi Panitia khusus DPR lalu mengenai pelanggaran HAM berat pada peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, menurut Mantan Sekretaris Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) kasus tersebut Usman Hamid, sudah tepat. "Langkah tersebut harus dikuatkan dalam Rapat Paripurna DPR agar mencegah tertundanya pembahasan masalah tersebut dan kemungkinan politisasi,"katanya. Karena, menurut Usman, pengesahan rekomendasi Pansus DPR dahulu melalui Paripurna. "Jadi pencabutannya juga harus melalui Paripurna,"ujarnya, Jumat (1/7). Menurut Usman jika DPR telah memutuskan pelanggaran HAM pada peristiwa Trisakti, dan Semanggi I dan II sebagai pelanggaran HAM berat, maka tidak ada alasan bagi Kejaksaan Agung untuk menunda proses penyidikan terhadap kasus tersebut. "Kuncinya ada di DPR,"katanya. Usman berharap, DPR dapat segera memutuskan mengenai rekomendasi pembentukan pengadilan ad hoc HAM pada Presiden.Selain penyidikan, Usman berharap, DPR dapat memberikan pandangan tertulis mengenai polemik yang selama ini terjadi antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM. Beberapa kali laporan penyelidikan Komnas HAM dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dinilai belum lengkap. "Agar tidak terjadi kesalahan tafsir lagi, maka otoritas untuk menentukan kejahatan HAM harus dikembalikan kepada Komnas HAM,"ujarnya.Menurut Usman, tidak ada ketentuan yang mengatur Kejaksaan Agung harus menunggu rekomendasi DPR untuk melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.Senada dengan Usman, Hakim HAM pada Pengadilan ad hoc Jakarta, Binsar Gultom berpendapat, kewenangan DPR hanya memberi rekomendasi atau mengusulkan dibentuk Pengadilan HAM Adhoc kepada Presiden agar diterbitkan Keputusan Presiden (Kepres) berdasarkan pertimbangan adanya dugaan peristiwa pelanggaran HAM yang berat hasil temuan Komnas HAM dan Jaksa Agung. "Bukan menentukan ada-tidaknya pelanggaran HAM berat karena DPR tidak berwenang menetapkan pelanggaran HAM berat,"ujar Binsar. Menurut Binsar, DPR mustahil mengeluarkan rekomendasi pembentukan Pengadilan HAM Adhoc berdasarkan dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat, tanpa terlebih dahulu Komnas HAM dan Jaksa Agung menyelidiki dan menyidik dugaan pelanggaran HAM berat lewat berbagai pembuktian berupa keterangan saksi. Binsar menyarankan, Pemerintah dan DPR segera mengamandemen pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000. Setiap hasil penyelidikan Komnas HAM dan penyidikan/penuntutan Jaksa Agung kasus dugaan pelanggaran HAM berat dapat langsung dilimpahkan ke Pengadilan HAM Adhoc, tanpa harus lewat rekomendasi DPR dan Kepres, seperti layaknya proses penyidikan tindak pidana korupsi. Astri Wahyuni

Berita terkait

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

15 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

20 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

23 jam lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

1 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

2 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

5 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

5 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

6 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

6 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya