Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menggelar sidang kode etik pada hakim ad hoc Tipikor, Yogyakarta, Johan Erwin Isharyanto di Mahkamah Agung, Jakarta, 18 September 2014. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Tim Pembentuk Peraturan Mahkamah Agung Pembatasan Peninjauan Kembali, Suhadi, mengatakan ada beberapa landasan hukum untuk merumuskan pembatasan pengajuan peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana.
Menurut Suhadi, landasan hukumnya itu adalah Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
"Agar Perma tentang pembatasan menjadi lebih kuat dan bersifat mengikat," kata Suhadi saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Desember 2014. "Kedua landasan undang-undang itu bisa sebagai dasar kami menerbitkan Perma pembatasan peninjauan kembali." (Baca: Kejagung Akan Bahas PK dengan Mahkamah Agung )
Suhardi mengatakan kemungkinan besar para hakim agung kamar pidana memutuskan maksimal dua kali pengajuan peninjauan kembali. Dasarnya, kata Suhadi, adalah berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 45 UU Mahkamah Agung. (Baca: Kejagung : Eksekusi Terpidana Mati Ditunda)
Masing-masing pasal dalam kedua undang-undang itu, kata Suhadi, disebutkan bahwa pengajuan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan selama satu kali. Meski Mahkamah Konstitusi dalam putusan uji materi Pasal 26 ayat (3) KUHAP, membolehkan permohonan peninjauan kembali bisa dilakukan lebih dari sekali, Suhadi mengatakan acuan kedua pasal dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung bisa dijadikan landasan hukum penerbitan Perma itu.
"Mahkamah hanya membatalkan pasal dalam KUHAP, tapi tidak membatalkan pasal dalam UU Kehakiman dan UU Mahkamah Agung," ujarnya. "Artinya, pembatasan peninjauan kembali masih bisa digunakan sesuai ketentuan itu. Meski MK membatalkan pasal dalam KUHAP soal peninjauan kembali yang hanya satu kali."
Sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo meminta Mahkamah Agung segera menerbitkan Perma untuk mengatur permohonan peninjauan kembali terhadap terpidana. Tujuannya, agar eksekusi mati terhadap dua terpidana narkoba, Agus Hadi dan Pujo Lestari segera bisa dilakukan.
Eksekusi terhadap Agus dan Pujo tertunda lantaran kedua terpidana itu sedang mengajukan permohonan peninjauan kembali meski grasi mereka ditolak presiden.