(ka-ki) Agus Gumiwang Kartasasmita, Priyo Budi Santoso dan Agung Laksono mengangkat tangan bersama saat menghadiri musyawarah nasional (Munas) IX Partai Golkar di Jakarta, 7 Desember 2014. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Juru runding sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya kubu Munas Ancol, Jakarta, Priyo Budi Santoso, berharap dualisme kepemimpinan Golkar tak terjadi di level kabupaten/kota dan provinsi.
Dualisme kepengurusan, kata Priyo, sudah cukup terjadi di tingkat pusat. Maka, Priyo mewanti-wanti jangan sampai ada tindakan saling pecat di daerah. "Saya khawatir pemecatan itu adalah bibit dari perpecahan sesungguhnya," ujarnya di kantor DPP Golkar, Slipi, Senin, 22 Desember 2014. (Baca: Yorrys Larang Kubu Aburizal Berkantor di Golkar)
Andai sampai terjadi dualisme kepemimpinan hingga daerah, Priyo khawatir sejarah keruntuhan Kerajaan Majapahit akan terjadi pada Golkar. "Jangan sampai Golkar mengalami Senjakalaning Majapahit (Senjakala Majapahit)," tuturnya. (Baca: Agung Laksono Kukuhkan Kepengurusan Golkar)
Denyut Kerajaan Majapahit berakhir dengan perang saudara. Putra-putra dari istri selir Raja Hayam Wuruk berebut takhta yang sedang kosong. Lantaran perpecahan itu, Kerajaan Majapahit dirundung pemberontakan. (Baca: Golkar Islah, Bambang Soesatyo: Belanda Masih Jauh)
Wakil Ketua Umum Golkar versi Munas Jakarta, Yorrys Raweyai, mengatakan suara partai beringin bakal semakin jeblok andai terlalu lama larut dalam kisruh. Terjun bebasnya perolehan Golkar pernah dirilis Lingkaran Survei Indonesia pada Jumat, 19 Desember 2014. LSI memprediksi Golkar hanya mendapat 8,4 persen suara pada Pemilu 2019. "Kisruh ini menyebabkan Golkar hanya mendapat suara paling tinggi 6 persen pada 2019," tutur Yorrys. (Baca juga: Konflik Golkar, Pengamat: Ical yang Rugi)