TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pegiat hak asasi manusia, Human Right Watch, mendesak Presiden Joko Widodo segera membatalkan rencana eksekusi hukuman mati untuk lima terpidana kasus narkoba. Awal Desember lalu, Jokowi mengumumkan eksekusi lima tahanan yang namanya belum dipublikasikan kepada publik.
"Presiden Jokowi harus bergabung dalam arus global yang ingin menghapus hukuman mati dibanding menyetujui eksekusi mati," kata Wakil Direktur Human Rights Watch Asia Phelim Kine dalam siaran persnya, Kamis, 18 Desember 2014. "Indonesia harus menunjukkan kepemimpinan di antara negara Asia dengan menghentikan praktek barbar ini selamanya." (Baca: Grasi Ditolak, 5 Narapidana Segera Dieksekusi Mati)
Kine menilai eksekusi hukuman mati adalah tindakan biadab dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. "Jika Jokowi serius menjadikan Indonesia sebagai negara modern dan negara demokrasi yang menghargai hak asasi, ia dapat memulainya dengan bergabung bersama negara-negara yang telah menghapus hukuman mati," ujarnya. (Baca: Kejaksaan Eksekusi Mati Lima Terpidana Akhir Tahun)
Sebelumnya, Jokowi menolak permohonan grasi lima terpidana mati kasus narkoba. Menurut Jokowi, keputusan itu muncul karena ia menganggap pengedar narkoba telah menghancurkan masa depan bangsa. "Itu (hukuman mati bagi pengedar) jadi shock therapy-nya," tutur Jokowi saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, awal Desember lalu.
Berdasarkan data Kejaksaan Agung, ada 136 orang yang dijatuhi sanksi hukuman mati di Indonesia. Dari total 136 terpidana mati, 64 orang terkait dengan kasus perdagangan narkoba, 2 orang tersangkut kasus terorisme, serta sisanya berhubungan dengan kasus pembunuhan dan perampokan.
Jokowi Terima Lawatan Gubernur Jenderal Australia di Istana Bogor
53 menit lalu
Jokowi Terima Lawatan Gubernur Jenderal Australia di Istana Bogor
Presiden Jokowi menyambut kunjungan kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 17 Mei 2024.