Pramono Anung (kiri) berjabat tangan dengan Idrus Marham (kanan), disaksikan Ketua DPR Setya Novanto di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin, 10 November 2014. Pertemuan tersebut untuk menandatangani kesepahaman bersatunya fraksi KIH dan KMP untuk mengisi pimpinan alat kelengkapan DPR. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR Setya Novanto meminta pemerintah bersikap proaktif mengajak DPR dalam membahas alokasi anggaran negara yang telah dialihkan dari sebagian subsidi bahan bakar minyak.
Rencananya, hari ini, anggota Dewan akan melakukan evaluasi sebelum bertemu dengan pemerintah.
"DPR belum menerima penjelasan itu. Kami minta pemerintah menjelaskan langsung apa kepentingan kenaikan itu," ujar Setya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2014. (Baca: Faisal Basri Sarankan Skema Subsidi BBM Tetap)
Setya mengakui bahwa DPR tidak memiliki kewenangan untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun DPR perlu mendapatkan penjelasan detail berapa anggaran yang akan dialihkan untuk kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan dan kesehatan, lewat bantuan langsung mandiri dan pembangunan infrastruktur.
Kenaikan harga BBM mulai diberlakukan sejak dinihari tadi. Presiden Joko Widodo mengumumkan secara langsung kenaikan harga Premium menjadi Rp 8.500 dan solar menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan ini dilakukan saat harga minyak dunia turun menjadi US$ 85 per barel. (Baca: Kenaikan Harga BBM, dari Suharto hingga SBY)
Setya meminta masyarakat tenang dalam menghadapi kebijakan ini. "Tetap kondusif, supaya masalah ini bisa segera jelas dan selesai."
Saat ini, tutur Setya, Komisi VII telah menggodok evaluasi kenaikan harga BBM. Setya berencana mengajak pemerintah untuk segera bertemu sebelum masa reses, 5 Desember 2014.
"Kami susun suara sebaik-baiknya supaya masalah segera selesai sebelum reses," tuturnya.
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
5 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.