Menurut dia, kenaikan permukaan air laut menyebabkan kerusakan infrastruktur di daerah pesisir. Contohnya adalah bandar udara. Selain itu, dampak perubahan iklim yang cukup terasa adalah perubahan pola curah hujan. Di satu daerah tertentu tingkat curah hujannya tinggi, sedangkan di suatu daerah lainnya tingkat curah hujan rendah, sehingga terjadi kekeringan. (Baca:Masyarakat Masih Awam dengan Isu Perubahan Iklim)
Perubahan iklim tak hanya menimbulkan kerusakan infrastruktur. Tapi, juga kesehatan, kualitas hidup, dan mengancam nyawa manusia. Efek lain adalah migrasi atau perpindahan penduduk. "Untuk indonesia sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup banyak spesies terutama di daerah equator," kata dia.
Para ilmuwan menetapkan kenaikan suhu yang bisa ditoleransi sebesar dua derajat Celsius. Perlu usaha keras dari pemerintah, komunitas, dan individu untuk menekan emisi karbon penyebab perubahan iklim.
Director Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific, Rialdi Boer, mengatakan perlu upaya serius di tingkat global untuk mencegah kenaikan suhu permukaan bumi lebih dari dua derajat Celsius.
<!--more-->
Perubahan iklim, kata dia, sulit dikendalikan dan memerlukan biaya investasi untuk adaptasi yang sangat mahal. Semua negara perlu terus membangun dengan pola yang rendah emisi. (Baca:Jurnalis AJI Bakal Liput Konferensi Iklim di Peru)
Menurutnya, Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi karbon. Dengan dukungan kalangan internasional, target penurunan emisi karbon sebesar 41 persen. Indonesia tahun 2000, emisi karbon per kapita lebih dari lima ton.
Kalau pemerintah tidak serius dan tidak punya strategi bagus untuk mengatasinya, maka pada 2020 emisi karbon bisa mencapai 11 ton. Sedangkan, target global emisi karbon per kapita mencapai 1,72 ton pada 2050. "Perlu upaya serius lewat kebijakan yang didukung sains yang kuat," kata peneliti Institut Pertanian Bogor ini.
Dia mengatakan, untuk mengatasi perubahan iklim lewat teknologi baru membutuhkan waktu yang lama. Hal yang lebih penting adalah mengubah perilaku masyarakat untuk melakukan upaya mitigasi yang sifatnya tidak ada penyesalan ketika melakukannya. Misalnya penghematan energi, pengelolaan sumber daya lahan, dan pengelolaan hutan. "Sebanyak 60 persen emisi karbon disumbang dari penggunaan hutan. Mitigasi dan adaptasi sama pentingnya," kata dia.
SHINTA MAHARANI
Berita terpopuler lainnya:
Obama Pilih Jokowi, Bukan Putin atau Xi Jinping
Obama Sapa Jokowi: 'Aku Ngantuk'
Akhirnya Iriana Widodo Tampil di APEC
Ahok: FPI Tak Cerminkan Islam Rahmatan lil alamin
Menteri Susi Ternyata Pernah Jadi Buronan Polisi
Jokowi Cerita ke Obama Soal SD Menteng