SBY didampingi Boediono beri keterangan pers penerbitan Perpu UU Pilkada di Istana Negara, Jakarta, 2 Oktober 2014. Tolak Pilkada Lewat DPRD, SBY Tanda Tangani 2 Perpu. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan, menjelang akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setidaknya ada sepuluh catatan akhir yang disebut Sepuluh paradoks kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun terakhir.
"Sepuluh paradoks yang penting tapi tidak dilakukan atau menurun saat kepemimpinan SBY," ujar Hendardi saat ditemui di kantor Setara Institute, Jakarta Pusat, Senin, 13 Oktober 2014.
Paradoks kepemimpinan SBY itu antara lain demokrasi atau antidemokrasi, antikorupsi tapi gagal melakukan prevensi korupsi, dan pemimpin paling toleran terhadap intoleransi. (Baca: SBY Terima Delapan Dubes Baru di Indonesia)
Hendardi juga menilai pemerintahan SBY sebagai penganut politik impunitas pada pelanggaran HAM dan kebebasan berekspresi yang dibelenggu dengan Undang-Undang ITE.
Lebih lanjut, Hendardi juga menilai SBY sebagai presiden yang paling sering diancam, melakukan pembangunan bidang kesehatan yang tidak membuat rakyat sehat, dan anggaran pendidikan yang tidak mencerdaskan.
Soal kepedulian lingkungan, pemerintahan SBY dinilai kurang karena eksploitasi lingkungan terus berlangsung. Dan terakhir, mematikan pengusaha tambang skala kecil dengan memberi privilege bagi Newmont dan Freeport. (Baca: Gerindra: Perpu Pilkada SBY Dibahas Mulai Januari)
Menurut Hendardi, paradoks yang berjumlah sepuluh tersebut merupakan catatan akhir yang seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintahan yang akan datang.
Wakil Ketua Badan Pengurus Bonar Tigor Naipospos mengatakan sepuluh paradoks ini bukan untuk mengkritik SBY, tapi untuk mempersiapkan pemerintahan mendatang. "Mempersiapkan Jokowi dan Jusuf Kalla agar memperhatikan catatan ini," ujar Bonar.
Bonar mengatakan pemerintahan mendatang harus menjadikan sepuluh paradoks ini sebagai masukan dan dijalankan saat memimpin nantinya. "Karena sepuluh paradoks ini cukup mewakilkan apa yang telah terjadi dan belum terselesaikan saat ini," tutur Bonar. (Baca: Empat Rapor Merah Kebijakan Luar Negeri SBY)
Karena itu, Bonar mengharapkan pemerintahan mendatang dapat melakukan dan meningkatkan apa yang menjadi catatan akhir masa pemerintahan sebelumnya. "Menganggap sebagai masukan, sehingga lebih baik dari masa pemerintahan sebelumnya," katanya. ODELIA SINAGA