Presiden terpilih, Joko Widodo (kiri kedua), Wakil Presiden terpilih, Jusuf Kalla (kanan kedua) dan Sekjen PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo (kanan) berjalan keluar ruangan usai menghadiri pertemuan tertutup di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jakarta, 5 Oktober 2014. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan isu penjegalan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pada 20 Oktober mendatang sebenarnya dapat diantisipasi.
"Melalui Jusuf Kalla," ujar Haris saat ditemui dalam diskusi politik "Selamatkan Demokrasi Indonesia," di LIPI, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Oktober 2014. (Baca: Apa yang Terjadi Jika Pelantikan Jokowi Ditunda?)
Menurut Haris, Jokowi seharusnya dapat memanfaatkan posisi Jusuf Kalla untuk melobi di Senayan. "Kalla bagus dalam urusan lobi-lobi," ujar Haris. Apabila Jusuf Kalla berhasil melakukan lobi-lobi, dipastikan situasi di Senayan akan lebih baik.
Dalam upaya lobi-lobi, Jusuf Kalla dinilai dapat mendekatkan diri kepada Golkar. "Bisa mengambil simpati kader Golkar di Senayan yang menjadi lawan-lawan politik Aburizal Bakrie," kata Harris. (Baca: Jimly: Lebih Sulit Pecat Jokowi daripada Ubah UUD)
Langkah politik yang harus dilakukan Jusuf Kalla, menurut Haris, karena kalau menunggu lobi dari Megawati sepertinya tidak akan mungkin.
"Mega terlalu kaku untuk melakukan lobi politik," kata Harris. Padahal, politik itu membutuhkan lobi dan harus sabar ketika melakukan lobi politik. (Baca: Kalkulasi Pemakzulan Jokowi Versi Zulkifli Hasan)