Seratusan mahasiswa dan seniman menggelar aksi menolak UU Pilkada di depan Gedung DPRD Banyumas, 8 Oktober 2014. Mereka juga mengecam arogansi partai politik di DPR yang berebut kekuasaan. Tempo/Aris Andrianto
TEMPO.CO, Kediri - Puluhan mahasiswa anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Kediri berhasil memaksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pendukung Koalisi Merah Putih menandatangani surat dukungan pencabutan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan mendukung keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pilkada.
Anggota Dewan sempat menolak menandatangani surat dukungan itu. Negosiasi berjalan cukup alot, tapi akhirnya mereka menuruti setelah dihujat mahasiswa.
Hampir seluruh fraksi menandatangani surat itu, termasuk anggota Koalisi Merah Putih. Di antaranya Fraksi Gerindra dan Partai Amanat Nasional. "Walau partai kami menolak ini, tapi saya mendukung aspirasi kalian," kata Ketua DPRD sekaligus Ketua PAN Kota Kediri Kolifi Yunon, Rabu, 8 Oktober 2014.
Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera tetap menolak tanda tangan. Mereka dicerca mahasiswa sebagai partai banci. Ketua Fraksi Demokrat Yudi Ayubkan berdalih tak bisa memenuhi tuntutan itu karena terikat sikap partai. Sebagai legislator, dia tak bisa mengubah keputusan begitu saja meski sekedar tanda tangan.
Kericuhan nyaris pecah kembali saat Yudi mengancam mahasiswa yang memaksanya tanda tangan. Hal itu mengundang kemarahan mahasiswa untuk menantang. "Saya akan perintahkan megang kalian," kata Yudi sambil memberi kode polisi.
Beruntung politikus Demokrat itu segera pergi dan masuk ke dalam kantor sebelum kemarahan mahasiswa meledak. Sikap serupa juga diikuti dua legislator PKS yang ngeloyor pergi.
Ketua Cabang PMII Kota Kediri Pindra kecewa dengan sikap Demokrat serta PKS. Mereka dinilai mengingkari proses pemilihan anggota Dewan yang dipilih secara langsung oleh rakyat. "Mereka partai pengkhianat rakyat!"
Sebelum tanda tangan didapat, mahasiswa sempat terlibat baku pukul dengan polisi di depan Gedung DPRD. Aksi unjuk rasa berubah ricuh akibat anggota Dewan lamban menemui mereka. Para mahasiswa yang memaksa masuk ke gedung DPRD dihadang polisi di depan pintu gerbang. Bentrok tak bisa dihindari.
Dalam hitungan menit, mahasiswa dan polisi baku pukul dengan sengit. Mahasiswa makin beringas ketika beberapa kawan mereka hendak ditahan polisi. Setelah adu fisik, mereka berhasil membebaskan rekannya dan kembali dalam barisan. Tak puas dengan sikap polisi, mereka membakar kardus air mineral hingga sempat memacetkan arus lalu lintas di depan DPRD. "Anggota Dewan bangsat, berlindung di belakang polisi," teriak mahasiswa dengan kesal.
Setelah melalui negosiasi yang cukup alot dengan polisi, sejumlah perwakilan fraksi turun menemui mereka. Mahasiswa sempat membakar ban di kantor DPRD Kabupaten Kediri.