Hakim Konstitusi, Arief hidayat. TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO.CO, Semarang - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mencurahkan perasaannya selama menjabat sebagai hakim konstitusi di tengah acara seminar. (Baca: M.S. Hidayat: Mobil Menteri Ganti Avanza Saja)
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang itu menyatakan tak mau lagi menjadi hakim konstitusi. "Tingkat stresnya tinggi sekali. Saya tidak usah diperpanjang lagi (menjadi hakim konstitusi)," kata Arief saat menjadi pembicara dalam acara seminar yang diselenggarakan Ikatan Alumni Undip di Semarang, Kamis, 11 September 2014.
Arief menyatakan profesi yang paling tenang bagi dirinya adalah sebagai dosen. Maka, jika nanti jabatannya sebagai hakim konstitusi sudah selesai pada 2016, dia akan kembali menjadi dosen. (Baca: Ahok Mundur, Gerindra Dinilai Kehilangan Pamor)
Di forum seminar itu Arief mempresentasikan tentang sengkarut korupsi di Indonesia. Korupsi itu sudah menjalar ke berbagai lembaga negara, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. "Ketua MK (Akil Mochtar) bahkan terjerat gratifikasi," kata dia.
Arief bersama Akil dilantik menjadi hakim konstitusi pada April 2013. Saat Akil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, Arief ikut kaget dan panik. Ia lalu berkomunikasi dengan berbagai guru besar di perguruan tinggi untuk berkonsultasi. Arief berniat mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Namun, niat mengundurkan diri itu urung dilakukan.
Arief mengakui gaji menjadi hakim konstitusi sangat besar, ia pun sudah merasa cukup dengan kenikmatan menjadi hakim konstitusi. Beberapa fasilitas dari negara juga sudah ia nikmati. "Di Jakarta saya tak pernah kena macet karena ada pengawalan dari polisi," kata Arief. "Kalau sudah seperti itu lalu mau seperti apa lagi yang dicari," kata Arief.