Gubernur Banten Non aktif dan juga terdakwa kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Atut Chosiyah mendengarkan kesaksian dari Mantan calon Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah, mantan calon bupati Lebak Kasmin dan Advokat Rudi alvonso di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (20/5). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah Chasan divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan penjara. Vonis itu lebih ringan enam tahun dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara. (Baca: 5 Wilayah Banten di Bawah Klan Atut Chosiyah)
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara," kata ketua majelis hakim Matheus Samiadji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 1 September 2014.
Vonis tersebut dijatuhkan setelah mendengar dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, keterangan saksi, serta membaca seluruh dokumen, transkrip, dan bukti yang dihadirkan pada proses persidangan. (Baca: Penguasa Dinasti Atut Chosiyah Berikutnya)
Majelis hakim menilai Atut terbukti terlibat secara aktif mengatur pemenangan pilkada Bupati Lebak dengan hadir dalam beberapa pertemuan yang melibatkan Gubernur Banten nonaktif itu dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Chaeri Wardhana, dan Amir Hamzah di beberapa lokasi serta pada kesempatan yang berbeda.
Jaksa penuntut umum menjerat Atut dengan dakwaan berlapis, yakni Pasal 6 ayat 1 Huruf A dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Simak pula: Ratu Atut Kini Tersangka 3 Kasus Korupsi Banten)
Atut dijerat kasus suap pemilihan Bupati Lebak, Banten. Ia bersama adiknya, Chaeri Wardana, diduga turut menyuap Akil. Mereka memberikan Rp 1 miliar kepada Akil untuk memenangkan pasangan calon Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, yang sedang bersengketa ihwal hasil pilkada bupati.