Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, Ketua Bapilu Puan Maharani dan Ketua umumPartai Nasdem Surya Paloh menyaksikan pesan Ibunda Jokowi, Sujiatmi Notomihardjo melalui televisi terkait hasil hitung cepat Pemilihan Presiden, di Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu 9 Juli 2014. Menurut hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Umum Presiden 2014 dari sejumlah lembaga survei pasangan capres cawapres nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla meraih 52,88 persen suara mengungguli pasangan Capres Cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih 47,40 persen suara. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO,Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie meminta semua pihak menghormati penghitungan suara yang tengah dikerjakan Komisi Pemilihan Umum. Hasil penghitungan tersebut hendaknya dijadikan pegangan bersama bagi para pasangan calon presiden. "Kalau masih ada yang tidak puas, masih disediakan mekanisme peradilan konstitusi," ujarnya di Jakarta, Sabtu, 12 Juli 2014.
Menurut Jimly, peradilan konstitusi merupakan upaya terakhir yang bisa ditempuh jika salah satu kandidat merasa dirugikan oleh penghitungan KPU. Mekanismenya adalah dengan mempersoalkan bukti pendukung yang menjelaskan adanya pelanggaran yang bersifat masif, terstruktur, dan sistematis. "Alat bukti dan keterangan para saksi akan dijadikan pegangan bagi hakim dalam mengambil keputusan," ujarnya. (Baca juga: Menko Polhukam: Quick Count Bukan Hasil Akhir).
Jimly mengakui mekanisme itu ada kalanya belum memenuhi rasa keadilan bagi sebagian orang. Terlebih di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi setelah timbul kasus yang menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Namun itulah cara terakhir yang harus digunakan dalam kerangka hidup bernegara. "Keputusan terakhir itu ada di MK, dan harus dianggap benar. Walaupun kadang-kadang bisa salah," ujarnya.
Jimly yakin penyelesaian sengketa di MK bisa ditangani secara profesional. Ia pun tak khawatir dengan keberadaan mantan Ketua MK, Mahfud Md., yang saat ini didaulat sebagai ketua tim sukses pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "Saya saja yang mantan ketua tidak bisa mempengaruhi independensi hakim. Malah mereka bisa tersinggung kalau ada yang mau mencampuri urusan internal," katanya.
Jimly berharap ketegangan seputar penghitungan suara itu tak berakhir di meja konstitusi. Akan lebih baik jika masing-masing kandidat menerima hasil akhir rekapitulasi suara di tingkat KPU pusat. "Saya kira bagus sekali kalau yang kalah langsung memberikan selamat. Tidak usah memperpanjang masalah," katanya. Untuk itu, ia mengingatkan para penyelenggara pemilu mampu bersikap profesional dan tidak memihak kepada siapa pun.