TEMPO Interaktif, Makassar:Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Makassar meminta Gubernur Sulawesi Selatan HM Amin Syam untuk menandatangani memorandum yang berisi penolakan terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Senin (21/3), di Makassar, Sulawesi Selatan. Amin Syam diminta bertandatangan, dengan demikian memorandum tersebut dianggap telah mewakili keinginan masyarakat Sulsel. Sayangnya, permintaan para mahasiswa tersebut tidak bisa terpenuhi karena pada saat mereka melakukan aksi di kantor pemerintah propinsi, Gubernur Amin Syam sedang berada di Jakarta. Sebelum perwakilan mahasiswa ini diterima, para mahasiswa melakukan aksi di depan kampus masing-masing kemudian bergabung di depan UMI dan melakukan pembakaran ban-ban bekas. Setelah melakukan orasi dan aksi, beberapa saat kemudian, mahasiswa yang berjumlah sekitar 200 orang ini bertolak menuju kantor gubernur Sulsel. Perwakilan enam BEM yakni BEM IAIN Alauddin, BEM Univeristas Negeri Makassar (UNM), BEM Universitas 45, BEM Universitas Muslim Indonesia (UMI), BEM Universitas Satria dan BEM Universitas Muhammadiyah (Unismuh). Kedatangan mereka kekantor Pemerintah Propinsi hanya diterima kepala biro Otonomi Daerah, Natsir Taufik.Kepada Natsir, para mahasiswa hanya menitipkan selembar kertas memorandum untuk disampaikan kepada gubernur agar di tandatangani. Pembuatan memorandum dengan melibatkan gubernur sebagai orang nomor satu di daerah ini, menurut korlap IAIN Ibnu Hajar, menandakan bahwa mahasiswa bersama pemerintah sepakat menolak kenaikan BBM. "Gubernur adalah orang paling nomor satu di daerah ini. Dan dulu beliau pernah berjanji akan mendengarkan keluhan rakyatnya. Ini waktunya menujukkan sikap yang terbuka untuk dilihat dan didengar oleh masyarakat Sulsel, sikap dan kepeduliannya pada rakyat,"ujar Ibnu.Usai pertemuan wakil mahasiswa dengan Kabiro Otoda, para mahasiswa kembali bergabung dengan ratusan rekannya yang sudah tidak sabar. Beberapa diantaranya menyerobot masuk ke tempat pertemuan di lantai lima dan menerobos pertahanan petugas yang berjaga-jaga. Setelah mereka bergabung, kemudian para mahasiswa ini bergerak ke depan pintu masuk kantor gubernur. Di depan pintu masuk, para mahasiswa menurunkan palang pintu dan melarang siapa pun masuk kecuali wartawan. Di depan pintu masuk tersebut, mereka kemudian melanjutkan aksi bakar ban dan melakukan orasi. Tak hanya di pintu masuk, pintu keluar kantor gubernur juga mereka tutup dan melakukan pembakaran ban. Aksi mereka ini membuat sejumlah pegawai kantor gubernur yang berada di luar kantor tidak bisa masuk dan sebaliknya yang berada di dalam kantor tidak bisa masuk. Penutupan pintu ini dilakukan sebagai reaksi atas kekecewaan mereka karena tidak mengetahui sikap gubernur. Dengan penutupan pintu ini, mahasiswa ini mengklaim telah ‘menyegel’ kantor guberbur Sulsel.Akibat pintu masuk dan keluar ditutup, sejumlah pegawai yang yang memiliki urusan sangat penting, terpaksa memarkir kendaraan mereka di jalan dan berjalan kaki dan masuk melalui celah kecil pagar kantor gubernur. Bahkan ada diantara mereka yang nekat menyeberangi pagar yang tidak terlalu tinggi. Irmawati