Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung mengembalikan tujuh berkas hasil penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia berat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Ketua Komnas HAM Hafidz Abbas mengatakan ketujuh berkas ini dikembalikan lantaran dianggap belum lengkap secara formil dan materiil.
"Pengembalian ini hanya masalah teknis saja dan dalam waktu 30 hari ke depan kami akan terus koordinasi dengan Kejaksaan Agung," kata Hafidz di kantornya, Senin, 9 Juni 2014. "Kami akan mempelajari rekomendasi dari Kejagung." (Baca: Ini Peta Jenderal Pendukung Jokowi dan Prabowo)
Tujuh berkas yang dikembalikan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM memuat pelanggaran HAM masa lalu, yaitu: 1. Kasus Peristiwa 1965-1966. 2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985. 3. Peristiwa Talang Sari di Lampung 1989. 4. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998. 5. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. 6. Peristiwa Trisakti , Semanggi I dan Semanggi II. 7. Peristiwa Wasior dan Wamena 2003.
Hafidz mengatakan ketujuh berkas itu dikembalikan ke Komnas HAM secara berurutan pada 5 dan 6 Juni 2014 untuk kemudian diperbaiki dan kembali diserahkan ke Kejaksaan dalam kurun 30 hari setelah pengembalian berkas. "Kami sudah sering seperti ini, dikembalikan lagi dari Kejaksaan Agung hasil penyelidikan kami. Namun nanti akan diperbaiki agar bisa diselesaikan." (Baca:Enam Kriteria Presiden Ideal Menurut KomnasHAM)
Hafidz membantah anggapan bahwa pengembalian ini dipolitisasi dalam kaitan dengan waktu pemilihan umum presiden yang semakin dekat. Dia juga membantah dugaan pengembalian berkas ini disebabkan oleh intervensi dari satu calon presiden tertentu. "Terlalu jauh menginterpretasikan adanya intervensi politik. Kami ini netral dan ini murni karena masalah teknis," katanya.
Anggota Komnas HAM lainnya, Rochiatul Aswidah, mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menyidik tujuh berkas pelanggaran HAM berat. Menurut dia, sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006, jika Komnas HAM sudah menyelidiki bukti permulaan awal, langkah selanjutnya adalah memberikan wewenang kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan.
"Dalam undang-undang itu, Kejagung perannya sebagai penyidik dan harus segera melakukan penyidikan," kata Rochiatul. Kejaksaan, kata dia, seharusnya tidak menunda-nunda penyidikan. Sebab, jika penyidikan ditunda, pembentukan pengadilan HAM ad hoc tidak dapat terlaksana. (Baca:Keluarga Korban Mei 1998 Tuntut Ada Pengadilan HAM)
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
16 hari lalu
Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober
Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.